Selasa, 24 Desember 2013

Romance at The Foresight Prolog



Toko bunga itu harum dengan aroma semerbak bunga musim semi yang menyenangkan. Sandra berdiri di sana, menatap berbagai keindahan yang berbaur dengan warna-warna ceria bunga-bunga yang terpajang di sana.

Wewangian bunga mawar menyeruak dibenak Sandra, diikuti dengan kelebat darah yang menetes dari ujung jari saat tersentuh durinya, tak tertinggal rasa nyeri menyengat ujung-ujung sarafnya.

Dialihkan pandangannya ke bunga lily putih yang terpajang di sudut toko, seketika terlihat senyum sang Ibunda seraya menyesap wangi lily dan terlontar ucapan terima kasih yang samar.

Segera Sandra melupakan bunga mawar itu dan menyambar bunga lily di sudut toko kemudian bergegas ke mobil. 

Sesaat sebelum membuka pintu mobil, seketika terlihat olehnya potongan gambar sepasang remaja yang sedang bercanda di pinggir jalan terserempet mobilnya kemudian rem berdecit kencang dan teriakan orang-orang pecah di telinganya. Dahi Sandra mengernyit dalam. Pandangan Sandra seketika mengayun ke bis kota yang dari jauh mendekat, Lagi, dia bisa mengambil keputusan tanpa penyesalan. Sebuah anugerah. Dipejamkan matanya kemudian terlihat kembali senyum Ibunda yang sebelumnya. 

Tak lama Sandra sudah berada di dalam bis kota menuju rumah dengan mobil terparkir di depan toko bunga.

- Sandra Audrey, London -


Embrace The Chord Epilog


Penonton sangat ramai memenuhi seluruh tempat duduk elegan yang tersedia. Semua kursi penuh dan seluruh barisan orkestra telah menempati posisi masing-masing.

Jason dan Rachel berada di ruang ganti. Jason mengenakan tuxedonya dan menatap Rachel dengan lembut,

“Gugup?” tanyanya penuh sayang, dalam sebulan ini mereka telah menjadi kekasih yang sedemikian dekat dan saling mencintai. Benar-benar seperti menemukan pasangan jiwa yang telah terpisah sedemikian lama.

Tidak seperti sikap dingin Jason sebelumnya, lelaki itu ternyata bisa menjadi begitu hangat kepada Rachel. Dia mudah menyatakan cinta, berkali-kali, dan melimpahi Rachel dengan penuh kasih sayang.

Rachel sama sekali tidak menyangka, pertemuannya dengan Jason yang berlanjut dengan berbagai permainan biola mereka bersama dan kemudian sambung menyambung oleh berbagai peristiwa akan berakhir menjadikan mereka sepasang kekasih.

Walaupun begitu, Rachel sungguh berbahagia, cara Jason memperlakukannya, seolah dia adalah kekasih yang paling sempurna di dunia, seolah dia adalah satu-satunya yang berharga bagi Jason, membuatnya merasa sangat berbahagia.

Mereka berdua sungguh saling melengkapi baik dalam bermain biola maupun dalam hubungan percintaan mereka.

Rachel menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku tidak merasa gugup. Asal kau ada disampingku.”

Jason tersenyum dan mengecup dahi Rachel. “Kurasa akulah yang merasa gugup, aku belum pernah melakukan konser dengan tangan kiri sebelumnya.”

“Kau pasti bisa.” Rachel tersenyum lembut, dengan penuh sayang.dia merapikan dasi Jason, “Ingat, kau adalah seorang maestro pemain biola yang sangat jenius.” Dia lalu mengerutkan keningnya dan menatap Jason dengan tatapan mata menggoda, “Sayangnya aku tidak punya jepit rambut kupu-kupu berlian seperti yang dimiliki mamamu untuk meredakan rasa gugupmu.”

Jason tertawa lalu memeluk Rachel dengan sayang, “Aku tidak butuh jepit rambut itu, aku sudah memiliki yang paling berharga di dalam genggaman tanganku, bukan?”

Pipi Rachel memerah, “Terimakasih karena mencintaiku, Jason.”

Mata Jason meredup. “Dan akupun demikian adanya, Rachel, terimakasih karena telah bersedia mencintaiku.”

***

“Nanti setelah konser kau culik Rachel di sini, dia akan keluar dari sisi panggung sebelah sini.” Arlene berbisik kepada Andrew yang menyamar, berpakaian sebagai salah seorang kru, Arlene tentu saja sudah berdandan cantik sekali karena dia sudah mempersiapkan diri untuk berdandan secantik mungkin sebagai pasangan Jason di pesta nanti. Mereka berdua sedang berdiri di sisi panggung, berbisik-bisik mencurigakan.

Andrew menganggukkan kepalanya, “Oke, jadi nanti setelah Rachel keluar panggung, aku akan membiusnya dengan obat bius dan membawanya pergi dari sini. Lalu apa yang harus kulakukan kepadanya?”

Arlene terkekeh jahat, “Kau bisa melakukan apapun kepadanya, kau bisa menjualnya atau bahkan membunuhnya, aku tidak peduli, yang pasti Rachel harus menyingkir dari sisi Jason!”

Sebelum Andrew sempat berkata-kata, tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dari ujung samping panggung. Arlene menoleh dengan terkejut, tetapi langsung tersenyum lebar ketika menyadari bahwa yang bertepuk tangan adalah Jason.

“Jason! Sayangku!” Arlene setengah melompat ingin menghampiri Jason, tetapi kemudian langkahnya terhenti ketika dari sisi lain ada banyak polisi yang muncul, dengan posisi melingkar, mengepungnya dan Andrew. Wajah Arlene langsung pucat pasi, dia menatap Jason kebingungan.

“Jason? Apa-apaan?” dia bertanya suaranya tercekat di tenggorokannya, ketakutan karena polisi yang mengepungnya.

Jason hanya terdiam, berdiri dan menatap Arlene tanpa ekspresi. Lalu lelaki itu mengeluarkan perekam dari balik saku jasnya.

Suara perekam itu sungguh lantang, mengulang kembali semua percakapan Arlene dengan Andrew sebelumnya yang berencana melukai Rachel.

“...........Kau bisa melakukan apapun kepadanya, kau bisa menjualnya atau bahkan membunuhnya, aku tidak peduli, yang pasti Rachel harus menyingkir dari sisi Jason!”

Segera setelah rekaman itu berakhir, polisi bergerak maju dan meringkus Arlene bersama Andrew, Arlene meronta-ronta, menatap Jason dengan tidak percaya, benar-benar tidak percaya bahwa Jason akan melakukan hal ini kepadanya.

“kenapa kau melakukan hal ini Jason? Kenapa kau tega melakukannya kepadaku? Aku mencintaimu Jason... Aku mencintaimuuu...”

Arlene berteriak-teriak seperti orang gila, berusaha meronta-ronta ketika polisi meringkusnya dan membawanya pergi meninggalkan tempat itu.

Setelah Arlene dan Andrew menghilang dibawa polisi, Rachel muncul di sebelah Jason.

“Kurasa kita bisa tenang sekarang.”

Jason tersenyum. “ya, kita bisa tenang sekarang.” Diraihnya jemari Rachel dan dikecupnya, “Ayo, penonton sudah menunggu, mari kita berikan konser terindah kita.”

Jason dan Rachel, membawa biola masing-masing, berjalan melangkah menuju panggung yang terbuka.

Suara penonton langsung riuh menyambut kedatangan mereka, pasangan duet sempurna yang telah lama dinanti-nanti, apalagi kondisi Jason yang sudah vakum hampir sebulan bermain biola karena lukanya, membuat perasaan antisipasi penonton semakin dalam.

Suara applause semakin riuh rendah dan beberapa penonton bahkan berdiri, padahal Jason dan Rachel belum mulai bermain biola.

Rachel menatap penonton yang begitu banyaknya mememenuhi kursi penonton, dia menghela napas panjang dan menatap ke arah Jason, lelaki itu tersenyum kepadanya, memberinya senyuman menguatkan.

I Love U

Jason menggerakkan mulutnya tanpa suara, memberikan Rachel ketenangan dan perasaan bahagia yang luar biasa.

Dia meletakkan biola itu di pundaknya, dan kemudian menghela napas panjang, menunggu Jason menggesekkan nada awal musik mereka, dan menyusulnya dengan permainan biolanya sendiri yang tak kalah indahnya.

Suara musik yang begitu sempurna, penuh dengan nada simponi yang mempesona, memenuhi gedung orkestra yang sangat besar itu, membuat seluruh penonton terpana.

Suara musik yang indah juga mengalir di benak Jason dan Rachel, benak dua orang yang diprsatukan oleh nada, dipeluk oleh nada hingga kemudian saling mencintai satu sama lain.


End Of Epilog

Senin, 23 Desember 2013

Embrace The Chord Part 20 (End)


Rachel terpana, menatap Jason dengan mata membelalak seolah-olah tak percaya mendengar apapun yang dikatakan oleh lelaki itu.

“Apa?”

Jason berdiri dari duduknya, memandang Rachel dengan tatapan serius, “Kurasa aku jatuh cinta kepadamu, Rachel.”

Apakah Jason sedang mengerjainya dengan kejahilannya seperti biasanya?

Rachel berdiri di sana, menatap Jason dengan terpaku dan kebingungan, tak tahu harus berkata apa. Mulutnya bahkan menganga dengan suara tercekat di tenggorokannya, tak tahu harus berkata apa.

Sementara itu Jason melangkah mendekat dan berdiri dekat di depan Rachel, lelaki itu tampak tenang, menebarkan senyumnya yang mempesona.

“Jadi bagaimana Rachel? Apakah kau membalas perasaanku?”

Sebuah pernyataan cinta?Perempuan mana yang tidak akan berdegup seluruh jantungnya merasakan pernyataan cinta dari lelaki yang begitu mempesona seperti Jason?

Rachel sendiri merasakan debaran di jantungnya semakin nyata, dia ingin menjawab tetapi tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

“Aku tidak terbiasa ditolak seseorang.” Mata Jason mengerjap angkuh, “meskipun begitu bisa kukatakan kepadamu bahwa kau sebenarnya mencintaiku, hanya saja kau belum menyadarinya.” Dengan lembut jemari Jason bergerak menyentuh rambut Rachel di dekat telinga dan menyelipkannya ke balik telinga Rachel, “Cepatlah sadari perasaanmu kepadaku, dan datangi aku.”

Lelaki itu menundukkan kepalanya, dan mengecup bibir Rachel, lalu melangkah berlalu melewati Rachel yang masih terpana dan meninggalkannya.


***

Beberapa saat kemudian dan Rachel masih berdiri di sana, terpana, merasakan kelembutan kecupan Rachel di bibirnya yang selembut kupu-kupu.

Benarkah itu tadi pernyataan cinta?

Rachel menyentuh bibirnya. Jason tampak begitu tulus dan serius, lelaki itu sepertinya tidak main-main.

Apakah Jason serius? Dengan pernyataan cintanya itu?  Rachel masih saja tidak bisa membaca Jason, dan lagipula, reputasinya di masa lalu sebagai penghancur perempuan membuatnya merasa takut... takut kalau dia menumbuhkan perasaanya kepada lelaki itu, ternyata dia hanya dipermainkan dan menjadi korban, seorang perempuan yang dihancurkan perasaannya seperti korban-korban Jason sebelumnya.

***


Yang dilakukan Rachel pertama kalinya untuk menelaah perasaannya adalah dengan menelepon Calvin.

Lama sekali dia menunggu dan teleponnya tidak diangkat-angkat, tetapi kemudian pada deringan yang kesekian kali, akhirnya Calvin mengangkat teleponnya.

“Hallo Rachel?” ada suara hiduk-pikuk di belakang Calvin, membuat Rachel mengerutkan keningnya.

“Halo Calvin, ramai sekali di belakangmu, kau ada di mana?”

Hening sejenak, hanya hiruk pikuk yang terdengar sebagai background suara. Dan kemudian Calvin bergumam.

“Aku ada di bandara Rachel.”

“Di bandara? Kenapa Calvin?”

Terdengar helaan napas Calvin di sana, “Aku pergi untuk menyusul Anna, Rachel. Kurasa kalau kami benar-benar serius dengan hubungan ini harus ada salah satu yang berjuang.”

Seketika itu juga Rachel berdiri dari duduknya, benar-benar terkejut.

“Kau benar-benar-benar akan pergi ke luar negeri untuk menyusul Anna?” dia setengah berteriak, terdorong oleh keterkejutannya.

Sekali lagi Calvin menghela napas panjang, “Semula aku meragukan perasaanku, tetapi kemudian setelah kejadian kemarin...” Calvin menghela napas panjang, “Aku memutuskan untuk serius terhadap Anna.”

Setelah kejadian kemarin? Apakah yang dimaksud Calvin adalah insidennya dengan Jason kemarin?

Rachel terdiam, menunggu, menanti apakah akan ada patah hati di benaknya yang akan menyergap jantungnya. Apalagi mendengar kenyataan bahwa Calvin berangkat untuk mengejar cintanya kepada Anna dan meninggalkan negara ini.

Tetapi ternyata perasaan itu tidak muncul di dalam hatinya, dia menunggu dan terus menunggu, yang muncul malahan perasaan sayang dan dorongan untuk memberi semangat kepada Calvin.

“Semoga kau berhasil menyelesaikan permasalahanmu dengan Anna, Calvin, semoga kau berbahagia bersama Anna.” Gumam Rachel dengan tulus.

Hening sejenak, kemudian ketika Calvin berkata-kata, Rachel bisa mendengar ada senyum di dalam suaranya,

“Terimakasih Rachel, kuharap kau juga berbahagia bersama Jason. Semula aku memang tidak setuju, tetapi kemudian kulihat dia sangat serius kepadamu, dan dia tampaknya sangat melindungimu, mungkin kau adalah perempuan yang pada akhirnya bisa menaklukkan Jason dan menghentikan reputasinya sebagai pengancur perempuan.”

Rachel tercekat, dia teringat akan keraguannya kepada pernyataan cinta Jason, dan kemudian mulai merasakan rasa hangat di dadanya.

Calvin bisa melihat bahwa Jason serius kepadanya, mama Jason juga sudah pernah mengatakan bahwa Jason menyimpan perasaan yang dalam kepadanya. Apakah itu berarti bahwa Rachel harus mulai mempercayai Jason dan membuka hatinya kepada lelaki itu?.

***

Jason sedang berada di ruang musik, melatih nada-nada yang indah dari alunan biolanya, ketika Rachel muncul di ambang pintu dengan hati-hati, takut mengganggu latihan Jason.

Tetapi ternyata Jason menyadari kehadirannya, dan lelaki itu menghentikan latihan biolanya.

Setelah meletakkan biolanya dengan hati-hati pada meja yang tersedia, Jason tersenyum kepada Rachel.

“Apakah kau sudah siap untuk berlatih biola bersamaku, Rachel?”

Rachel menganggukkan kepalanya, dan melangkah memasuki ruang musik itu.

“Aku siap.” Gumam Rahcel pelan.

Jason tersenyum lembut dan mengedikkan bahunya ke arah biola Paganini yang sudah menjadi milik Rachel dan diletakkan di kotaknya di atas meja,

“Ayo. Ambil biolamu.” Gumamnya.

Dengan penuh semangat Rachel mengambil biola itu dari kotaknya dan meletakkan di pundak kirinya.

Jason sudah berdiri dan meletakkan biola itu di pundak kirinya sama seperti Rachel, berdiri tegak dengan posisi sempurna seorang violinist.

“Kau ingin memainkan lagu apa?”

Rachel menarik napas panjang, memandang Jason dengan tatapan mantap.

“Beethoven Violin Romance no 2” jawabnya tak kalah mantap.

Jason mengangkat alisnya mendengar pilihan lagu Rachel.

“Violin Romance ya?” lelaki itu tersenyum penuh arti, kemudian menganggukkan kepalanya, “Mari kita mainkan, sepertinya benakku sedang dipenuhi oleh hal-hal romantis.”

Pipi Rachel memerah menerima tatapan tersirat Jason, dia menganggukkan kepalanya. Dan kemudian memulai nada awal. Seketika itu juga, seperti sudah bisa membaca nadanya, Jason langsung memasukkan nada pendamping yang menyempurnakan permainan musik itu.

Permainan musik yang mencerminkan perdamaian hati Beethoven dalam menghadapi penyakitnya, musik yang mencerminkan sisi lembut dan ringan dari Beethoven.

Nada-nada berpadu sempurna, luar biasa indahnya, memenuhi ruang musik itu. Alunan musiknya seolah-olah dimainkan oleh dua orang yang memiliki satu hati, sungguh kesempurnaan yang tidak terkatakan.

Kalau ada orang yang mendengarkan permainan musik duet mereka ini, pastilah mereka akan terpana.

Dari awal sampai akhir, keseluruhan keindahan nadanya terus dan terus berpadu, sampai akhirnya, Rachel menguarkan nada penutup dan Jason mengikutinya.

Mereka menyelesaikan permainan duet mereka dengan sempurna.

Luar biasa sempurnanya bagi Jason. Lelaki itu meletakkan biolanya dan menatap Rachel dengan lembut.

“Kau adalah pasangan yang sangat sempurna bagiku, Rachel.”

Rachel menatap Jason dengan hati-hati.

“Apakah kau serius dengan perkataanmu?”

“Perkataan yang mana?” Jason tersenyum lebar, membuat pipi Rachel memerah.

“Pernyataan cintamu tadi.”

Jason memasang ekspresi penuh makna, meskipun begitu, ada keseriusan di dalam nada suaranya,

“Apakah kau tidak tahu? Aku menjalin hubungan dengan banyak perempuan, tetapi tidak pernah sekalipun aku menyatakan cintaku kepada mereka semua.” Mata Jason berubah tajam, “Kau adalah satu-satunya perempuan di mana aku menyatakan cintaku.”

Pipi Rachel memerah, meskipun begitu dia masih belum yakin.

“Dan apakah kau serius dengan kata-katamu? Kau tidak sedang mempermainkanku bukan?”

Jason melangkah mendekat, selangkah lebih dekat di depan Rachel.

“Apakah aku terlihat seperti sedang bermain-main?’ tangannya terulur, meraih dagu Rachel. “Padamulanya aku jatuh cinta setengah mati kepada permainan biolamu. Sungguh-sungguh jatuh cinta sehingga aku rela melakukan apa saja supaya kau mau menjadi muridku dan aku bisa terus menerus mendengarkan permainan biolamu yang indah itu, bagiku kau adalah perempuan yang sempurna, perempuan yang bisa memeluk semua nada, dan kemudian, tanpa kusadari, pikiranku terlalu fokus kepadamu dan kau kemudian menguasai seluruh pikiranku.” Mata Jason menggelap, “Aku tidak pernah berencana jatuh cinta kepada siapapun, Rachel, dan aku bahkan tidak mengira aku bisa jatuh cinta, tetapi aku mencintaimu, dan perasaan ini bukan main-main.”

Ya. Pada akhirnya, Rachel meyakinin perasaan Jason. Siapa yang tidak percaya ketika melihat betapa ekspresi Jason begitus seriusnya kepadanya?

“Dan sekarang, apakah kau masih belum mempercayaiku?” Jason bertanya, menatap Rachel dengan penuh tanda tanya, “Apakah kau membalas perasaanku, Rachel?”

Tidak perlu menunggu lama lagi, Rachel menganggukkan kepalanya, menatap Jason dengan pipi merona.

“Kurasa aku... aku membalas perasaanmu.”

“Kau apa?” Jason tampaknya tidak puas dengan pengakuan Rachel.

Pipi Rachel semakin merona.

“Aku.. kurasa aku juga mencintaimu.”

“Benarkah?” Jason mengangkat alisnya, “Lalu bagaimana perasaanmu kepada Calvin?”
Rachel menghela napas panjang, “Calvin memutuskan pergi ke luar negeri untuk mengejar Anna.”

‘Bagus.” Tanpa perasaan Jason bergumam, “Jadi dia tidak akan mengganggu kita lagi.” Tetapi kemudian lelaki itu menatap Rachel dengan tatapan mata menyelidik, “Apa kau menerima cintaku karena Calvin meninggalkanmu?”

Rachel langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat,

“Tidak!” kata-kata itu seolah-olah susah keluar dari bibirnya, “Ketika Calvin mengatakan bahwa dia akan pergi mengejar Anna, aku tidak merasakan apa-apa selain rasa yang tulus suapaya dia berhasil mengejar cintanya, pada saat itu aku sadar bahwa aku sudah tidak merasakan apa-apa kepada Calvin.”

Senyum Jason melebar, dan kemudian tanpa permisi, lelaki itu mendekat dan merengkuh Rachel ke dalam pelukannya,

“Kalau begitu sekarang kita tidak bersandiwara lagi? Kau benar-benar menjadi kekasihku?”

Rachel mengangguk malu-malu dengan pertanyaan Jason itu.

Jason terkekeh, memeluk Rachel semakin rapat dan mengecup dahi Rachel.“Menjadi kekasihku tidaklah mudah, kadangkala aku bisa menjadi sangat egois dan posesif, kuharap kau siap.”

Rachel mengerucutkan bibirnya, “Kau sudah sangat egois, angkuh, jahil, tukang memaksa, dan tukang cium sembarangan, meskipun begitu aku tetap saja jatuh cinta kepadamu.” Rachel tersenyum lucu, “Kurasa aku siap menghadapi segalanya.”

Jason tertawa.“Kalau begitu, mari kita berlatih biola dan mempersembahkan duet sepasang kekasih yang mempesona.”


End

Sabtu, 21 Desember 2013

Another 5% Epilog


“Bagaimana dengan Rolan?” Gabriel bertanya di esok paginya, ketika mereka bangun dan memutuskan menghabiskan pagi mereka dengan menikmati udara pegunungan yang segar.

Selly menghela napas panjang, mengenang Rolan dan kebesaran hatinya yang luar biasa.

“Dia baik-baik saja, dia malahan yang mendorongku supaya mencarimu.”

Gabriel tersenyum tipis, “Selain kebaikan hatinya yang keterlaluan, dia sebenarnya lelaki yang baik.” Mata Gabriel menatap Selly sungguh-sungguh, “Dia sebenarnya sangat mencintaimu, Selly.”


“Aku tahu.” Selly tersenyum sedih, mengingat kembali senyuman lembut Rolan ketika melepaskan kepergiannya, “Aku mungkin telah menyakitinya dengan memilih mencarimu, tetapi Rolan menerimanya dengan baik dan tulus. Dia mengatakan yang penting aku bahagia.” Selly menghela napas panjang, “Meskipun tidak berakhir indah, aku bersyukur dulu telah mencintai dan dicintai oleh Rolan, aku bersyukur dia pernah menjadi cinta sejatiku.

Gabriel menganggukkan kepalanya, lalu mengucapkan apa yang menjadi ganjalan di benaknya, “Aku tidak pernah mengatakan kepadamu bahwa Sabrina adalah adik tiriku, maafkan aku. Tetapi aku ingin kau tahu, bahwa apapun yang Sabrina lakukan, itu dilakukannya karena kemauannya sendiri, bukan karena dorongan dariku.”

Selly menganggukkan kepalanya, tersenyum,. “Aku tahu, Carlos menceritakan semuanya kepadaku.”

Gabriel bergumam sambil mengangkat alisnya,  “Carlos. Di mana dia sekarang?”

Selly menggelengkan kepalanya, Aku tidak tahu, dia menghilang begitu saja, kadang muncul tiba-tiba jika dibutuhkan.”

“Ya, dia memang seperti itu.” Senyum Gabriel melebar, mengingat kembali saat-saat dia masih menjadi sang pemegang kekuatan gelap dan Carlos setia mendampinginya.

Sementara itu, Selly mengamati ekspresi Gabriel yang sedang mengenang, dan tersenyum.

“Aku terpikir untuk mengembalikan kekuatan ini kepadamu, bisakah?.” Selly memeluk erat tubuh Gabriel, mereka duduk bersama di atas ayunan putih nan indah dan besar di halaman belakang rumah Gabriel yang megah itu. Menikmati hembusan udara pagi yang menyegarkan dan kehangatan sinar matahari yang mengintip malu-malu dari balik peraduannya.

Gabriel tersenyum, menggelengkan kepalanya, “Belum pernah ada orang yang mengembalikan kekuatan yang diterimanya Selly... lebih baik jangan kau lakukan.”

Selly mengerutkan keningnya, “Tetapi... tapi aku akan hidup abadi oleh karena kekuatan ini, sedangkan kau...” suara Selly tercekat, “Kau memberikan kekuatanmu kepadaku... sekaligus kehilangan keabadianmu...”

“Siapa bilang aku kehilangan keabadianku?”

Selly terperanjat, menatap bingung ke arah Gabriel, dia menegakkan punggungnya dan menatap lelaki itu,

“Apakah... apakah maksudmu kau... masih abadi?”

Gabriel tersenyum, lalu lelaki itu menganggukkan kepalanya.

“Aku memberikan 95% kekuatan otakku kepadamu...” Lelaki itu mengulurkan tangannya dan membelai rambut di dahi Selly dengan penuh kasih, “Tetapi masih tersisa kemampuan otak normalku, ditambah lima persen yang lain, lima persen tambahan kemampuan otak pemberianmu. Lima persen itu cukup untuk menjadikanku lebih daripada manusia kebanyakan, termasuk dalam hal keabadian.” Gabriel tersenyum tipis, “Mungkin memang tidak sekuat diriku yang dulu, tetapi aku menikmati diriku yang sekarang.” Lelaki itu mendekatkan dirinya ke arah Selly dan mengecup dahinya, “Aku berpikir lebih baik jika kaulah yang menjadi pemegang kekuatan kegelapan, Selly. Kau perempuan yang baik, berhati bersih, keseimbangan alam akan terjaga di tanganmu... dan aku.. aku akan ada di sebelahmu, mendampingimu melalui semuanya.”

Selly membelalakkan mata, keabadian Gabriel adalah sesuatu yang sama sekali tidak pernah dibayangkannya. Padahal semula dia berniat mengembalikan kekuatan Gabriel kepada lelaki itu, mengembalikan keabadian Gabriel meskipun nanti dia harus menjadi manusia biasa. Atau jika itu tidak bisa dilakukan, Selly berniat memberikan kekuatannya kepada orang lain supaya dia dan Gabriel sama-sama bisa kembali menjadi manusia biasa, hidup bersama selayaknya manusia biasa yang lahir, menjalani hidup, kemudian dijemput kematian.

Tetapi rupanya takdir berkata lain. Takdir telah mempersatukan mereka, begitupun telah menggariskan mereka untuk hidup bersama selamanya.

“Kita akan hidup abadi bersama.” Gabriel tersenyum lembut, “Memang tidak mudah, tetapi asal kita bersama, aku rasa kita akan lebih mudah menjalaninya.” Jemari Gabriel membelai lembut rambut Selly, “Kata orang hidup abadi adalah kutukan jika harus dijalani sendirian. Tetapi akan menjadi anugerah jika dilalui bersama orang yang kau cintai. Aku harap seluruh waktu panjang yang terbentang di antara kita, akan menjadi hamparan anugerah yang terus menerus bagi jiwa kita.”

Selly menganggukkan kepalanya, rasa haru langsung memenuhi benaknya mendengarkan kalimat Gabriel itu.

“Aku juga berharap kebahagiaan selalu menyertai kita Gabriel, meskipun sekarang, bisa duduk di sini bersamaku, sudah menjadi anugerah yang luar biasa bagiku.”

Gabriel tersenyum, mengangkat dagu Selly, lalu mengecup bibinya dengan penuh rasa sayang.

“Selamanya sayang, kita akan berbahagia selamanya.”


End Og Epilog



“Ada hal-hal kecil yang kadangkala terasa remeh, tetapi ternyata sangat berarti bagi seorang perempuan. Jika kau laki-laki dan ingin memenangkan hati seorang perempuan, belajarlah utuk tidak merusak hal-hal kecil itu.”
--Gabriel Del Miguel –