Minggu, 30 September 2012

Mencari Soulmate Part 2 - End

 
Pesan Penulis :
"Apa yang saya bisa ungkapkan tentang cerita ini? Tidak ada! Hanya saja saya menangis pilu ketika membuatnya, dan semoga anda juga bisa meresapi kisah ini, hingga ikut menangis pilu bersama saya"




Mencari Soulmate part 2
By Santhy
2nd Touch in Oct 1st 2010


Bahwa sesuatu yang biasanya ada bisa menjadi berarti karena ketiadaannya.
Seperti kenanganku tentangmu yang kusyukuri ditengah-tengah mereka yang tak sempat mengenangmu waktu malam kelam membungkusku dalam pilu.


Dan kehadiranmu yang kuimpikan karena ketidakhadiranmu sampai matahari hampir terbit

Belum cukupkah sepi dimataku membuatmu jatuh kasihan lalu muncul untuk memelukku, wahai kau yang seharusnya membuat jiwaku terlengkapi?

Belum cukupkah keputusasaanku mencarimu membuat hilangmu berhenti, lalu kau datang dan tak lagi pergi...?
Membuatku tak terbunuh lelah mencari pasangan jiwaku.

...................................

Dalam malam yang kelabu, Elsa dan Louis sama-sama menunggu di sudut yang saling membelakangi. Mereka terpisah, meski tak sadar, dihujam perasaan yang menggilakan.
"Els...berhentilah mencari-mulailah menunggu, biar aku yang akan menemukan kamu.", demikian sebuah pesan sederhana, tersampaikan lewat jalinan sendu.
Lou ,cepatlah berkata...jangan terlalu lama…..


**********

Els !! Kau harus mendengar penjelasan kami !! , Penjelasan dari Lou !!”, Bayu mencekal tangan Elsa, menghentikan langkahnya.

Elsa mencoba meronta, tetapi cengkeraman tangan Bayu di lengannya terlalu kuat, terlalu kencang hingga ahkirnya dia menyerah dan menatap tajam ke arah Bayu, penuh air mata,

“Penjelasan apa lagi yang harus aku dengar ?!”, Teriaknya marah, “Aku sudah mendengar semuanya dari awal sampai ahkir, Bahwa kalian berkonspirasi agar aku berhenti mencari soulmateku, bahwa kalian bersandiwara dengan lelucon Soulmate palsu ini ??!!”

“Tidak palsu, kau tahu aku sungguh-sungguh mencintaimu………”

“Dan yang paling menyakitkan, Lou yang melakukannyapadaku ! Lou yang kupercayai ! Satu-satunya orang yang kubagikan cerita mengenai impianku tentang sosok soulmate yang kuimpikan……..kalian pasti menertawakan impianku itu bersama di belakangku bukan ??!!!”, Elsa melanjutkan kemarahannya, seolah-olah tidak mendengar kalimat Bayu sebelumnya.

Bayu terpekur,

“Kau tahu Louis tidak begitu, kau yang paling tahu”, gumamnya pilu,menyadari kenyataan bahwa Elsa sama sekali tidak membutuhkan penjelasan tentang cinta Bayu padanya, yang menyakiti Elsa adalah sesuatu yang dikiranya sebagai pengkhianatan Lou.

Bayu mengeluh dalam hati, kenapa dulu dia dengan bodohnya menerjunkan diri ke tengah-tengah kerumitan hubungan dua insan ini ?

“Lepaskan tanganku, aku sudah tidak ingin mendengar apa-apa lagi ! kalian berdua sama-sama kejam ! aku tidak mau bertemu dengan kalian lagi “, dengan marah Elsa berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan Bayu.

“Els, Lou sakit !!! “,

Bayu mendesah, dia sudah melanggar sumpahnya pada Louis, sumpah untuk tidak pernah melontarkan kebenaran itu ke depan Elsa

Rontaan Elsa terhenti, terpana.

“Sakit ? “, ketika kesadaran itu merasuk ke dalam pikirannya, dadanya langsung terasa nyeri, “ Sakit apa ? “

Bayu terdiam,





Keheningan yang menyiksa membuat ketakutan mendera seluruh jiwa Elsa, dicengkeramnya tangan Bayu yang masih mencengkeram lengannya.

“Sakit apa Bayu ???? !!!!”

Dengan sendu Bayu menggenggam kedua tangan Elsa,

“Dia terkena kanker pankreas….”

“Apa… ?”,

Bayu terdiam, luluh lantak. Tapi Elsa memang tidak membutuhkan jawaban, dia tahu, dia tahu,

Seharusnya dia menyadarinya sejak awal, perubahan perubahan kecil pada diri Louis yang tak pernah diperhatikannya, Lelaki itu ahkir-ahkir ini jarang makan di depannya, dia selalu membatalkan acara makan malam bersama yang biasanya menjadi acara tetap mereka dengan berbagai alasan, dan kebiasaan baru Louis, selalu terlihat kelelahan dan gampang tertidur….

Bagaimana mungkin dia begitu tidak peka ? bagaimana mungkin dia tidak menyadarinya ? dia selalu melihat senyum ceria Louis yang tidak ada habisnya, dan dia menganggap semuanya baik-baik saja, sahabat macam apa dia ???

“Bagaimana mungkin aku tidak tahu ? “, Elsa berseru pedih

Bayu menggenggam tangan Elsa sedih,

“Jangan menyalahkan dirimu, Louis bertekad merahasiakannya sampai ahkir, dia selalu berusaha ceria di depanmu, berjuang keras agar jangan sampai kau menyadarinya…… dia bahkan meminta resep obat penahan rasa sakit dosis tinggi agar bisa tetap tersenyum di dekatmu”

Air mata mengalir deras di pipi Elsa,

“Kapan dia mengetahuinya ? “

“Hampir satu tahun lalu”

“Apakah........ Parah… ?”, Secercah harapan muncul di hati Elsa, kemajuan jaman sudah bisa membuat orang mengatasi penyakit kanker bukan ? banyak penderita kanker yang bisa bertahan bahkan sembuh sepenuhnya. Kalau kanker yang di derita Louis masih stadium awal, bukankah masih ada kemungkinan Louis sembuh ?

Bayu mendesah pelan,

“ Kanker pankreas bisa sangat ganas Els. Banyak penderitanya meninggal dalam kurun waktu setahun setelah didiagnosis. Hanya sedikit, kurang dari 4 persen yang mampu bertahan hidup sampai lima tahun setelah didiagnosis ”

"Tidak.....tidak....", Elsa berusaha menyangkal kenyataan itu

"Kami sudah berusaha sebisanya Elsa, semua obat dan metode pengobatan terbaru sudah kami coba padanya, tapi kankernya sudah stadium ahkir. Kanker pankreas terkenal tidak pernah memberikan gejala awal, sudah terlambat ketika kami mengetahuinya"

"Apakah maksudmu.... Maksudmu....", Elsa tidak berani melanjutkan kata-katanya, meskipun pikirannya meneriakkan ketakutannya.

"Lou sekarat Els", Bayu menyelesaikan kalimat Elsa dengan pedih, lalu spontan dipeluknya Elsa erat-erat,

Elsa yang dihantam oleh kenyataan yang sangat menyakitkan itu hanya terdiam lunglai di pelukan Bayu. Bahkan air matanya tidak dapat mengalir keluar, dia terlalu luluh lantak untuk menangis.

Pada saat yang sama Louis melangkah ke arah taman, dan melihat kedua orang itu berpelukan.

Louis tertegun.

Rasa nyeri yang amat sangat menusuk hatinya.

Tapi dia harus bisa menahankannya.

Bukankah ini yang dia mau ?

**********


Bayu mengajak Elsa kembali ke rumah Louis, tapi begitu berada di sana, rumah Louis sepi dan pintu kamarnya tertutup.

"Lou ?", Bayu mengetuk kamar Louis pelan.

Tidak ada jawaban.

"Mungkin dia kelelahan, ahkir-ahkir ini kondisinya menurun, jadi gampang kelelahan. Kita biarkan saja dia beristirahat ya?"

"Aku ingin menemuinya", Elsa bersikeras.

"Els, mungkin dia sudah tidur di dalam sana, besok kau bisa menemuinya"

"Lou ? Kau masih bangun ? Lou ? Aku ingin bicara", dengan keras kepala Elsa mengetuk pintu kamar Louis,

Tapi tetap saja hening dan tidak ada jawaban.

Elsa mendesah,

"Ayo, kita biarkan dia beristirahat", dengan lembut Bayu menghela Elsa ke ruang tamu, "Aku akan menceritakan padamu semuanya, dari awal sampai ahkir"


*************


"Kenapa kau baru memeriksakan dirimu sekarang ??", Bayu mencengkeram pena di tangannya dengan frustasi, di depannya terdapat hasil tes Louis , positif Kanker Pankreas stadium empat.

"Aku selalu merasakan sakit bagai ditusuk di ulu hati, tapi aku tidak pernah menganggapnya serius, tapi ahkir-ahkir ini makin lama makin sering, aku tidak pernah menduga.....", suara Louis tertelan di tenggorokan

Bayu menatap Louis yang tampak pucat pasi, sudah sewajarnya. Siapa yang tidak akan shock mendapati dirinya mengidap kanker stadium empat dengan harapan hidup yang sangat tipis ?

"Apakah.... Apakah aku sekarat?"

Bayu tersentak mendengar pertanyaan itu, cepat-cepat menyanggah,

"Bicara apa kau?? Tentu saja kami akan mengusahakan yang terbaik untukmu!! Jangan berpikiran seperti itu dulu ...."

"Bayu, aku tidak bodoh, jawab aku, berapa persen kemungkinan penderita dengan keparahan seperti aku ini hidup?"

Empat persen. Angka itu langsung muncul di benak Bayu. Harapan hidup untuk penderita kanker pankreas stadium ahkir cuma empat persen. Tapi kata kata itu tercekat di tenggorokannya. Bagaimana mungkin dia mengatakan kepada Louis bahwa harapan hidupnya hanya empat persen ??

Louis menatap Bayu tajam, lalu tiba-tiba dia mengerti.

"Aku tidak akan hidup lama", itu pernyataan bukan pertanyaan.

Bayu mengalihkan pandangannya perih, dia tidak bisa membantah.

"Aku sendiri yang akan mengusahakan agar kau bisa bertahan Louis, aku bersumpah!"

Dengan ketenangan yang nyaris menakutkan, Louis tersenyum.

"Aku tahu kau akan berbuat begitu demi aku", tiba-tiba tatapannya berubah sendu, "Biasanya, orang-orang yang sekarat punya permintaan terahkir"

"Jangan mengulang-ulang kata 'sekarat' itu terus !", sela Bayu tajam.

Louis tersenyum,

"Kalau aku punya sedikit permintaan untukmu, mungkin permintaanku satu-satunya, dan cukup egois, maukah kau mengabulkannya untukku?"

"Pasti, apapun itu"

Louis tersenyum lagi mendengar ketegasan jawaban Bayu.

Matanya menerawang, ke sosok mungil yang telah menjajah hatinya tanpa permisi. Berdiam disana dan tak mau pergi.

"Aku mencintai seorang perempuan"

Bayu mengangkat alisnya, mau tak mau bertanya-tanya. Perempuan yang mana lagi? Louis selalu berganti-ganti kekasih sesuka hatinya, mungkinkah diantara sekian banyaknya perempuan yang dicampakkannya ada salah satu yang berhasil menyentuh hatinya ?

"Bukan salah satu dari antara kekasihku", Louis bisa membaca pertanyaan di mata Bayu, "Dan jauh berbeda dari tipe mereka, dia gadis biasa, sederhana, tapi memandang dunia dengan cara yang luar biasa"

Siapa? Bayu bertanya-tanya, mereka sangat akrab sejak kecil karena kedua orangtua mereka sama-sama sibuk. Tetapi Louis sama sekali tidak pernah menyebut-nyebut tentang perempuan yang satu ini.

"Dia mempunyai kepercayaan yang sangat unik, dia percaya ada soulmate yang diciptakan Tuhan khusus untuknya di suatu tempat. Dia menghabiskan seluruh waktunya untuk mencari dan mencari soulmatenya itu. Kadang aku tersenyum sendiri melihat kegigihannya, tapi kadang aku merasa lelah"

"Apakah dia mencari sosok lelaki sempurna?"

Louis tersenyum sedih,

"Kalau dia mencari sosok lelaki sempurna, dia pasti sudah jatuh cinta kepadaku, kurang apa aku? Aku sudah memberikan seluruh pesonaku padanya, kekayaanku, penampilan fisikku, kebaikan hatiku, kerianganku.... Tapi dia tidak pernah terusik"

"Tidak mungkin ada perempuan yang tahan ketika kau sudah bertekad memancarkan seluruh pesonamu", Bayu tercenung, perempuan seperti apakah ini? Rasa ingin tahunya terusik,

"Tidak, aku sudah berusaha meraih hatinya, dan ketika aku sadar dia tidak tersentuh oleh perasaanku, aku mencoba untuk menjadi sosok yang paling dekat dengannya, menjadi sahabatnya", Louis mendesah lalu tersenyum miris, "Menyedihkan bukan?"

Bayu tidak bisa menjawab.

"Aku berpura-pura menjadi sahabat baiknya, hanya agar bisa berada di dekatnya. Dan kekasihku yang berganti-ganti itu hanyalah salah satu upaya putus asaku untuk memancing setitik rasa cemburunya"

"Apakah berhasil?"

"Berhasil?", Louis tertawa, " Dia selalu menanggapi kisah-kisahku dengan para kekasihku tanpa setitikpun rasa cemburu"

"Perempuan langka"

"Perempuan langka", Louis menyetujui, "Baru saja kemarin aku memperoleh kemajuan, dengan santai tetapi sengaja, aku menyandarkan kepala di bahunya dan pipinya memerah" , Louis tersenyum, mengenang, tetapi hatinya kemudian berseru pedih. Baru saja kemarin dia bertekad untuk merebut hati Elsa, membuat perempuan itu mencintainya, membuat perempuan itu percaya bahwa Louislah soulmate yang diciptakan untuknya.

"Lalu bantuan apa yang kauinginkan dariku?", tanya Bayu datar.

"Aku ingin kau menjadi soulmate yang selama ini dicarinya"

"Apa ??", Bayu setengah berdiri dari duduknya, "Kau sudah gila apa ??!"

"Aku ingin kau menjadi soulmate yang selama ini diimpikannya", Louis mengulang, mantap.

"Aku tidak mau. Permintaanmu di luar nalar!!!"

"Kau bilang kau akan mengabulkan permintaan sepupumu yang sedang sekarat ini",

"Lou !!", Bayu menggumam tajam, tidak suka dengan perkataan Louis barusan.

"Kau sudah berjanji", Lou tidak mau menyerah, mencoba mengusik rasa bersalah Bayu.

"Aku tidak menyangka permintaanmu akan sekonyol ini"

"Apakah perlu aku memohon?"

Bayu menggeleng-gelengkan kepala putus asa,

"Dia perempuan yang kaucintai, bagaimana mungkin aku bisa berjuang agar bisa menjadi soulmatenya? Kau pikir aku sejahat itu padamu ? Kalau kau memang mencintainya, kenapa bukan kau yang berjuang menjadi soulmatenya ??!!"

"Aku tidak bisa", suara Louis pilu, menahan kepedihan yang tak tertahankan, "Dia meyakini soulmatenya pada ahkirnya akan dipertemukan Tuhan untuk menemaninya selama sisa hidupnya, sedangkan aku, mungkin tahun depan aku sudah mati! Bagaimana mungkin aku tega melakukan itu kepadanya ??"

"Lalu aku ? Bagaimana mungkin aku tega melakukan itu padamu?!", Bayu mendesah, frustasi.

"Aku ingin meninggalkannya dengan tenang, kalau ada kau yang menjaganya, aku bisa pergi dengan tenang"

Bayu meremas rambutnya putus asa,

"Dia belum tentu menyukaiku", gumamnya, mulai menyerah untuk memenuhi permintaan Louis.

"Aku akan membuatmu bisa disukai olehnya",

"Kalau begitu kita mencuranginya, kalau dia tahu dia akan membenci kita berdua"

"Dia tidak akan tahu"

Bayu mendesah dengan kekeraskepalaan Louis.

"Baiklah, aku akan mencoba"

Senyum Lou langsung merekah,

"Tunggu dulu, aku bilang aku akan mencoba, aku tidak bilang akan melakukannya, Aku bersedia menemui perempuan itu, tapi lanjut atau tidaknya kita lihat saja nanti. Kalau aku tidak sanggup untuk menyukainya, aku tidak mau berusaha menjadi soulmatenya!", Bayu menyatakan persyaratannya dengan tegas.

Louis tersenyum,

"Kau akan mencintainya, aku yakin"

................

Bayu terdiam setelah menyelesaikan ceritanya, menatap Elsa yang duduk di sofa sambil memeluk kedua lututnya,

"Dan dia benar, aku benar-benar mencintaimu"

Mata Elsa berkaca-kaca,

"Maafkan aku", Elsa menutup mukanya dengan kedua tangannya, "aku tidak bisa memikirkan masalah itu, pikiranku dipenuhi oleh Lou"

Bayu mengernyit, perasaannya terusik.

Apakah Elsa jangan-jangan mencintai Louis?
apakah jangan-jangan mereka berdua saling mencintai,
Lalu sama-sama menunggu di sudut yang saling membelakangi. Mereka terpisah, meski tak sadar, dihujam perasaan yang menggilakan.
*************


Pagi itu Elsa terbangun dengan kepala pening, tapi dia memaksakan diri,

Dia harus berbicara dengan Louis.

Baru saja dia selesai mandi dan berpakaian ketika ponselnya berdering.

"Els...?", suara Bayu menyiratkan kecemasan yang membuat jantung Elsa serasa diremas.

Lou !!!!

"Lou tidak apa-apa?"

"Pagi tadi kondisinya turun drastis, aku melarikannya ke rumah sakit, kondisinya kritis Els !!"

Telephone itu terbanting tanpa sempat ditutup, Elsa menghambur ke rumah sakit.

Dikoridor menuju ke ruang perawatan Lou Elsa melangkah setengah berlari, setiap langkah jantungnya serasa main sakit, makin nyeri, napasnya makin sesak,

Jangan Tuhan !! Jangan sampai terjadi apa-apa pada Lou, buat dia baik-baik saja!! Aku mohon, aku mohon....

Elsa memegang dadanya yang makin terasa nyeri,

Bayu berdiri di depan pintu ruang iccu menunggunya, masih mengenakan jas putihnya.

"Bagaimana kondisi Lou ?", napasnya terengah.

Bayu menyentuh lengan Elsa menenangkan,

"Masa kritisnya sudah lewat, dia sudah sadar, apakah kau ingin menemuinya ?", tanyanya lembut.

"Aku mau", Elsa merasa lega bukan kepalang, Tuhan masih memberinya kesempatan.

Dadanya berdegup kencang lagi. Kali ini penuh dengan ketidaksabaran untuk menemui Lou.

Bahwa sesuatu yang biasanya ada bisa menjadi berarti karena ketiadaannya.
Seperti kehadiranmu yang kuimpikan karena ketidakhadiranmu sampai matahari hampir terbit

***********


Saat itu hujan turun dengan derasnya di pagi yang berselubung awan gelap, air bergemericik menetes-netes di luar jendela

Louis setengah duduk di ranjang, punggungnya disangga bantal supaya nyaman. Begitu tenang, hampir tidak ada emosi di wajahnya.

"Lou ?", Elsa bergumam hati-hati, melangkah memasuki kamar perawatan,

Louis yang semula memandang menerawang menatap hujan ke jendela luar menolehkan kepalanya dan tersenyum lembut,

"Maaf membuatmu cemas, biasanya serangannya tidak separah ini"

"Lou !!", air mata mengalir deras di mata Elsa, tanpa dapat menahan perasaannya, dia menghambur ke pelukan Louis yang langsung merentangkan tangan, membalas memeluknya,

"Hei...hei... Kenapa? Jangan menangis Els", Lou memeluk Elsa erat-erat, menepuk-nepuk punggungnya dengan penuh rasa sayang.

Hati Elsa semakin perih ketika merasakan tubuh Louis dalam pelukannya, kenapa dia tidak menyadarinya?? Louis begitu kurus, tubuhnya begitu ringkih, dan selama ini Louis menanggung kesakitannya sendirian.

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?"

"Aku tidak ingin kau sedih"

jawaban yang sederhana. Tetapi begitu menyentuh hati.

"Aku lebih sedih kalau mengetahuinya belakangan, kau tahu ?, seharusnya kau tidak menanggung semuanya sendirian, seharusnya aku ada untuk berbagi beban ini bersamamu ", Elsa mendongak dan menatap Louis yang masih memeluknya, tiba-tiba merasa cemas, " Apakah kau lelah ?"

Louis tampak begitu pucat, Bayu sudah memperingatkannya untuk tidak membuat Louis kelelahan karena kondisinya masih sangat lemah.

"Tidak ", dan itu adalah jawaban jujur, Louis tidak merasa lelah, dia terlalu bahagia untuk merasa lelah. Dengan Elsa di pelukannya dia merasa kuat. Seolah olah mereka begitu lengkap, begitu sempurna hanya berdua, dan seluruh dunia hanyalah ruang dan waktu yang tidak berarti.

"Aku tidak boleh membuatmu kelelahan"

"Kau tidak membuatku lelah, kumohon jangan pergi", Louis mempererat pelukannya seolah-olah takut ditinggalkan, "Temani aku melihat hujan, karena hujan terasa menyedihkan kalau dinikmati sendirian"

Elsa tersenyum menyadari Louis mengutip kata-kata yang pernah dia ucapkan dulu.

"Aku ada di sini bersamamu"

Jawaban yang sama, hanya kali ini Elsa yang mengucapkannya.

Louis menyadari juga kalau Elsa menirukan jawabannya dulu.

Dia tersenyum, lalu menggeser tubuhnya supaya posisi Elsa lebih nyaman berbaring di sebelahnya,

"Tidak apa-apa kalau aku ikut berbaring disini?"

"Sepupuku dokter utama, pemilik saham terbesar di rumah sakit ini, siapa yang berani mengusik kita ?", Louis bergumam setengah tertawa,

Elsa juga tertawa,

Setelah itu mereka terdiam, berbaring bersama, berpelukan dalam keheningan. Hanya suara derasnya air hujan dan tetesan air yang menjadi musik kebersamaan mereka, melingkupi mereka dalam suasana yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Louis memejamkan mata menikmati kebersamaan itu, menikmati kehangatan tubuh Elsa di dalam pelukannya.

"Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku Els",

Ahkirnya, kata-kata itu terucapkan,

pengakuan yang selama ini tertahan dalam tatapan sendu dan desahan pilu itu kini terucapkan.

Elsa memejamkan mata, meresapi kata-kata Louis, menyimpannya dalam hati, untuk dikenang suatu saat nanti jika dia terbalut sepi,

Bahwa ada Louis yang mencintainya sepenuh hati. Apapun yang akan terjadi nanti.

"Apakah kau akan menanggapi keluh kesahku dengan pertanyaan 'kenapa" ?"

"Tidak, aku akan diam saja dan mendengarkan"

"Apakah kau akan menghargai semua pilihan-pilihanku, meskipun kadang pilihan kita berbeda ?"

"Aku berjanji"

"Apakah kau mau mengerti bahwa yang kuinginkan hanyalah kau ada? Tanpa perlu kata-kata, tanpa perlu rencana apa-apa.... Hanya ada, dan tidak berprasangka ?"

Louis mengetatkan pelukannya, setitik air bening mengalir di sudut matanya,

"Kau tahu aku selalu ada, aku ingin selalu ada", suara Louis bergetar, ada air mata di dalamnya

Dan hati Elsa bagai diiris sembilu, Lou-nya menangis, Lou-nya, sang pencerahnya yang selalu ceria dan membawa tawa sebagai bagian hidupnya, menangis.

"Kalau begitu, pencarianku berhenti", Suara Elsa terdengar mantap, "aku sudah menemukan soulmateku", Elsa menahan isak yang menyesakkan dada.

Louis memeluk Elsa erat-erat, menyembuyikan airmatanya di rambut Elsa,

"Aku ingin hidup", serunya dalam kepedihan, "aku ingin hidup dan menggenggam tanganmu sampai berpuluh-puluh tahun ke depan, aku ingin hidup dan menjadi tua bersamamu", tangisnya meledak, bahunya berguncang oleh isak yang dalam.

Putus asa karena teriris, merasakan tangis Louis, Elsa mengusap punggung Louis lembut.

"Jangan menangis, jangan menangis Lou, kau akan selalu bersamaku, aku bersumpah", tapi air mata mengalir deras di pipi Elsa, tak tertahankan.

Dalam tangis yang dalam, Elsa dan Louis berpelukan di ruang yang sama diiringi derasnya hujan yang membentuk harmoni temaram. Mereka teriris meski tak salah, dikutuk oleh perasaan yang indah.

Di depan pintu kamar perawatan yang sedikit terbuka, Bayu yang sejak tadi berdiri di sana, mengusap air yang menetes di sudut matanya.

Mungkin baru dia seorang yang merasakan kebahagiaan ketika patah hati menderanya.

Ahkirnya kau temukan soulmatemu Els, Ahkirnya kau menemukannya...

**********


Tengah malam, kondisi Louis menurun drastis, Bayu menggunakan seluruh pengaruh yang dimilikinya agar Elsa bisa hadir di dalam ruangan iccu itu pada saat dokter memberikan penanganan.

Tim dokter tampak berjuang keras, dan Elsa yang berdiri dalam jubah iccu hijau berdiri di pojok ruangan, berdoa.

Teriakan Louis yang mengiris ketika kesakitan menderanya seolah olah melukainya juga.

"Obat penahan sakitnya sudah tidak bereaksi"

"Tahan, berikan insulin dulu"

"Berapa denyut nadinya?"

"Dokter, penahan sakitnya tidak bereaksi, pasien kesakitan"

Suara-suara tim dokter dan perawat yang berjuang bersama Louis seperti hantaman silih berganti yang mendera Elsa sedikit demi sedikit.

Sampai ahkirnya dia sadar, saatnya sudah tiba.

Tim dokter sudah berusaha sekuat tenaga. Tapi mereka tahu kapan harus menyerah. Bayu tahu ini saatnya pasien harus bersama dengan orang yang berarti untuknya.

Bayu melepas maskernya dengan letih, dia lelaki yang tegar, tetapi sekarang yang ada di depannya adalah saudara sepupunya yang sudah seperti saudara kandungnya sendiri, saudara yang sangat disayanginya. Bagaimana mungkin dia bisa tegar?

Dengan lembut dia menoleh kepada Elsa, memintanya mendekat,

Elsa tampak pucat pasi, tapi dia harus kuat, dia harus menjadi kuat demi Louis, agar pada saat Louis harus pergi, dia akan pergi dengan keyakinan bahwa Elsa tidak apa-apa.

Mata Louis tampak tidak begitu fokus akibat pengaruh obat penahan rasa sakit, tapi dia mengenali Elsa ketika melihatnya,

Dengan isyarat dia menatap Bayu dan menggerak-gerakkan kepalanya.

"Kau ingin masker oksigenmu dibuka?"

Louis mengangguk,

Tim dokter yang masih menunggu membuka masker oksigen Louis dengan hati-hati,

Elsa duduk ditepi ranjang, menggenggam tangan Louis, tangan itu begitu lemah, bahkan terlalu lemah untuk membalas genggamannya.

Mulut Louis bergerak, berbicara dengan pelan,

Elsa mendekatkan telinganya ke bibir Louis.

Dengan suara lemah yang harus dikeluarkannya sekuat tenaga Louis berbisik,

"Hiduplah..... Dengan.... Baha....gia..." Suara Louis menghilang di ujung kalimat hingga hampir tak terdengar.

Air mata mengalir deras di pipi Elsa. Tapi dia mengangguk penuh keyakinan, tangannya memeluk Louis erat-erat

"Aku berjanji"

Louis tersenyum, lalu memejamkan matanya dengan bahagia.

Elsa bisa merasakan napas yang melemah itu, merasakan detakan jantung yang makin menghilang, hingga ahkirnya..... Tak terdengar lagi.

Suara monitor kehidupan pun menggantung menjadi bunyi tak terputus, melepas kepergian Louis, sang pencerah yang mencintai hujan. Belahan jiwanya yang telah pergi.

Sudah selesai, tidurlah dengan tenang, biar kau tidak merasakan sakit lagi, wahai belahan jiwaku

**************


"Kau baik-baik saja ?", Bayu berdiri bersama Elsa di tengah kamar Louis.

Lelaki itu tampak sangat letih, sedih dan letih setelah melewati waktu yang berat, saat-saat pemakaman Louis.

Elsa tidak tampak lebih baik, begitu pucat, rapuh dan kecil dalam gaun hitamnya hingga Bayu ingin memeluknya dan menopangnya.

Louis meninggalkan seluruh miliknya dibagi untuk Elsa dan Bayu. Tapi saat ini Elsa belum mau menyentuhnya, semua dia berikan kepada Bayu. Dan Bayu bersedia menerima dan mengelolanya, dengan syarat itu hanya titipan yang suatu saat harus Elsa terima.

Jika Elsa sudah siap.

Untuk sekarang, Elsa hanya ingin mengambil beberapa benda yang dimiliki Louis, beberapa benda yang sering dipakai Louis, sehingga Elsa punya sesuatu untuk dipeluk jika dia menangisi Louis di malam hari.

"Dia ingin kau membawa laptopnya", Bayu mengingatkan, mengedikkan bahu pada Laptop Louis yang tergeletak di meja kerjanya.

Elsa berdiri di depan meja kerja Louis, menelusuri Laptop itu dengan jemarinya.

Hening.

Keduanya sibuk dengan kepedihannya masing-masing.

"Kau ingin sendirian disini ?", ahkirnya Bayu bertanya.

Elsa mengangguk,

"Tidak apa-apa kau kutinggalkan sendirian?",

Elsa mengangguk lagi,

Tanpa suara, Bayu melangkah pergi, menutup pintu di belakangnya,

Elsa duduk di depan meja kerja Louis, dan menyalakan Laptop itu, Suara bip terdengar, dan gambar dirinyalah yang menjadi wallpaper laptop itu. Beserta sebuah tulisan yang langsung muncul di layar monitor,


Luka takkan kering, selamanya pasti ada, membekas di sana.
Aku memilih terluka, karena aku akan punya kenangan
Ku pilih mengasihimu, karena aku mau.
Tak akan melupakan tentang kita, karena aku tak bisa.
 
Takkan kusesali pernah mencintaimu
Pun takkan kumaki air matamu
Jangan sesali ketidakhadiranku
Pun jangan sampai lemah karena kehilanganku

Waktu terus berjalan,
Kemarin bukan lagi milik kita
Dan hari esok belum tentu datang
Jadi teruslah berjalan,
Hiduplah dengan bahagia, belahan jiwaku

Cause the hardest part of this is leaving you…….


Air mata mengalir lagi, deras, Elsa menenggelamkan kepalanya dalam pelukan lengannya di meja, bahunya berguncang menahan kesedihan, isakan yang tertahan di tenggorokannya keluar tanpa daya,

Ahkirnya Elsa tidak menahannya lagi, menangis sekeras-kerasnya, menangis sekuat tenaga.


Biarkan aku menangisimu Lou, menangisi waktu di masa lalu yang pernah kita habiskan bersama, menangisi waktu di masa akan datang yang seharusnya bisa kita habiskan bersama, setelah itu aku akan terus berjalan. Aku akan melanjutkan hidup dengan bahagia.

*****************


“Tidak ada yang ketinggalan ? “, Bayu melepas kacamata hitamnya dan menatap Elsa dalam.

Elsa tersenyum, merapikan roknya,

“Semua sudah kubawa”, termasuk laptop hitam yang sekarang ada dalam dekapannya, benda miliknya yang paling berharga.

“Hati-hati ya disana”, lembut suara Bayu mengalun

Dengan spontan Elsa memeluk Bayu erat, kemudian melepaskannya masih dengan tersenyum,

Hari itu, tepat sepuluh bulan setelah Louis meninggalkan mereka, Elsa menerima tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan kesehatan yang mengkhususkan diri di bidang penelitian penyakit kanker. Meski hanya sebagai bagian administrasi, setidaknya Elsa bisa menyumbangkan sedikit kemampuannya untuk membantu para pengidap penyakit kanker seperti Louis.

“Terimakasih Bayu”

“Telephone aku kalau kau butuh apapun, kapan saja”

“Terimakasih Bayu”

“Kau terdengar seperti kaset yang rusak, mengulang-ulang kalimat yang sama”, Bayu cemberut sehingga Elsa sedikit tertawa.

Tawa yang sangat berharga bagi Bayu karena Elsa tidak pernah tertawa lepas sejak sepuluh bulan lalu.

TIba-tiba Bayu meraih tangan Elsa dalam genggamannya, meremasnya, Ragu.

“Aku…….bolehkah aku… eh…. Menunggumu ? “

Dengan lembut Elsa membalas remasan tangan Bayu, kemudian menggeleng penuh penyesalan.

“Jangan Bayu, aku tidak tahu sampai kapan kau harus menunggu. Kau harus menemukan soulmatemu sendiri, mungkin saat ini dia ada disuatu tempat, sedang mencari-carimu, atau mungkin dia sedang menunggumu, sedikit putus asa karena kau tak segera menjadi nyata”

Bayu sudah tahu akan mendapat jawaban seperti itu. Karena itu dia tersenyum penuh rasa sayang,

“Bagaimana dengan dirimu ?”

“AKu sudah pernah menemukan soulmateku, sekarang tugasku adalah melanjutkan hidup dengan bahagia”,

Suara panggilan kepada penumpang untuk segera memasuki gate pemberangkatan penerbangan mulai berkumandang.

Elsa memegang sebelah pipi Bayu dengan tangannya yang mungil, lalu mengecup pipi Bayu,

“Selamat tinggal Bayu, hiduplah dengan bahagia”, bisiknya sebelum membalikkan badan dan melangkah pergi.

Ucapan selamat tinggal yang indah, dari si pemurung yang pada ahkirnya bisa merasakan menemukan belahan jiwanya.


THE END


Inspired By song from “My Chemical Romance”


Cancer

Turn away,
If you could get me a drink of water
Cause my lips are chapped and faded
Call my Aunt Marie.
Help me gather all my things,
And bury me in all my favorite colors.
My sisters and my brothers still.
I will not kiss you.
Cause the hardest part of this is leaving you.

Now turn away.
Cause I'm awful just to see.
Cause all my hairs abandoned all my body
All my agony.
Know that I will never marry.
Baby, I'm just soggy from the chemo,
But counting down the days to go.

It just ain't living.
I just hope you know.
That if you say goodbye today.
I'd ask you to be true.

Cause the hardest part of this is leaving you.
Cause the hardest part of this is leaving you.
....................


Mencari Soulmate Part 1

Pesan Penulis :
"Apa yang saya bisa ungkapkan tentang cerita ini? Tidak ada! Hanya saja saya menangis pilu ketika membuatnya, dan semoga anda juga bisa meresapi kisah ini, hingga ikut menangis pilu bersama saya"



Mencari Soulmate part 1
By Santhy
1st Touch in Sept 29th 2010


Bahwa sesuatu yang biasanya ada bisa menjadi berarti karena ketiadaannya.
Seperti kenanganku tentangmu yang kusyukuri ditengah-tengah mereka yang tak sempat  mengenangmu waktu malam kelam membungkusku dalam pilu.


Dan kehadiranmu yang kuimpikan karena ketidakhadiranmu sampai matahari hampir terbit

Belum cukupkah sepi dimataku membuatmu jatuh kasihan lalu muncul untuk memelukku, wahai kau yang seharusnya membuat jiwaku terlengkapi?

Belum cukupkah keputusasaanku mencarimu membuat hilangmu berhenti, lalu kau datang dan tak lagi pergi...?
Membuatku tak terbunuh lelah mencari pasangan jiwaku.

...................................

Dalam malam yang kelabu, Elsa dan Louis sama-sama menunggu di sudut yang saling membelakangi. Mereka terpisah, meski tak sadar, dihujam perasaan yang menggilakan.
"Els...berhentilah mencari-mulailah menunggu, biar aku yang akan menemukan kamu.", demikian sebuah pesan sederhana, tersampaikan lewat jalinan sendu.
Lou ,cepatlah berkata...jangan terlalu lama…..


**********

Elsa melangkah terburu-buru di tengah derasnya hujan, rambutnya mulai basah kuyup, buku di tangannya mulai terasa berat karena ikut basah.

Langkahnya terhenti di sebuah emperan pertokoan, tempat beberapa orang yang senasib dengannya berteduh disana.

Dengan murung Elsa menatap ke langit, tempat tumpahan hujan menghujam bumi, seperti garis-garis tipis putus-putus tiada henti.

Hujan selalu membuatnya murung, tanpa tahu sebabnya.

Ponsel di sakunya bergetar-getar keras, dengan canggung, karena memegang 3 buah buku tebal yang berat, Elsa mengeluarkan ponsel itu dari sakunya

Louis calling.

"Halo ?"

"Berisik sekali disana, kau sedang dimana?", suara di seberang terdengar sedikit berteriak, mengalahkan keheningan.

"Di Luar"

"Hujan-hujan begini ??, di sebelah mana ?"

"Di dekat toko buku"

"Tunggu di situ sebentar, aku kesana"

Telephone ditutup tanpa menunggu jawaban Elsa.

Elsa mendesah, menatap ke langit, ke hujan yang tak mau mereda dan menghembuskan napas resah, merasa semakin murung.



..............

Setengah jam kemudian, sebuah mobil sport warna merah menyala berhenti tepat di depan Elsa berdiri,

Pintu terbuka, dan Louis menengok dari balik roda kemudi,

"Masuk Els", senyum khas itu langsung tampak begitu mereka bertatapan.

Dengan canggung Elsa menepiskan butiran air dari baju dan rambutnya yang basah, dan masuk ke dalam mobil.

Mereka melaju dengan pelan menembus hujan.

"Kenapa tadi tidak minta diantar?", Louis melirik Elsa yang hanya berdiam diri.

"Bukannya setiap jumat sore kau harus menjemput Jannette dan mengantarnya ke salon langganannya?"

Louis tersenyum,

"Elsa yang biasanya, yang selalu menghapal jadwalku di luar kepala", gumamnya riang, "Biarpun begitu, setidaknya kau bisa menelephon dan bertanya", Louis sengaja menghentikan ucapannya, menunggu Elsa bertanya.

Tapi Elsa diam saja, tidak mencoba bertanya.

Hening. Dan Louis mendesah,

"Jannette sakit kepala, jadi membatalkan jadwal ke salonnya, aku tadi mencarimu ke rumah, tapi ibu bilang kau sedang keluar" , Louis menyambung ahkirnya.

Elsa hanya mengangguk, lalu menatap keluar jendela, ke arah hujan, yang semakin membuatnya murung.

Elsa yang benci hujan, karena membuatnya murung", Louis tertawa.

"Dan Louis yang sangat mencintai hujan karena membuatnya riang seperti katak berbahagia menyambut hujan", sambung Elsa, cemberut.

Louis tergelak,

"Hujan itu indah Els, bentuk berkat Tuhan pada manusia di bumi, tidakkah kau merasakan kesejukannya? Tidakkah kau merasakan harmoni suara air yang mengalir? Semua itu indah Els"

"Yang aku rasakan sekarang adalah dingin setengah mati", jawab Elsa datar.

Louis mengerutkan keningnya, berubah serius.

"Kenapa hujan selalu membuatmu murung Els ?", tanyanya pelan.

"Karena hujan terasa sangat menyedihkan kalau dinikmati sendirian."

"Aku ada disini bersamamu"

Elsa mengernyit,

"Kau bukan soulmateku"

"Ah, ya... Kembali pada masalah pencarian soulmate lagi ya?"

Elsa tidak menjawab, mulai memandang keluar lagi.

"Mungkin..... Mungkin kalau kau berhenti mencari-cari dan mulai menunggu.....,mungkin soulmatemu itu yang akan datang menemuimu", gumam louis tercenung

Hening.

Pikiran Elsa melayang jauh,

Belum cukupkah sepi dimataku membuatmu jatuh kasihan lalu muncul untuk memelukku, wahai kau yang seharusnya membuat jiwaku terlengkapi?

***********

Pemurung.

Itulah sebutannya. Elsa terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri untuk terlalu banyak berkata-kata. Di antara empat bersaudara, dia yang paling pendiam, selalu mengalah dan jarang mengungkapkan pikirannya.

Sampai dia bertemu Louis.

Mereka sangat bertolak belakang di semua sisi, dan entah kenapa mereka malah menjadi sahabat.

Louis yang sangat tampan

Elsa yang biasa-biasa saja

Louis yang berasal dari keluarga kaya raya

Elsa yang ( sekali lagi ) biasa-biasa saja

Louise yang selalu beruntung dalam masalah percintaan ( bagaimana tidak? Setiap perempuan yang menjadi kekasihnya selalu cantik dan sempurna, belum lagi puluhan gadis lain mengantri untuk menjadi kekasihnya)

Elsa yang selalu menunggu dan menunggu belahan jiwanya datang ( sampai kapan? Bahkan dia sendiri mulai meragukan kalau "soulmate" nya itu ada )

Louis yang selalu menghadapi dunia dengan senyuman, selalu memandang setiap permasalahan sebagai kesenangan yang tertunda.

Elsa yang selalu menghadapi dunia dengan skeptimisme tingkat tinggi, memandang setiap permasalahan sebagi tambahan beban di benaknya.

Kalau disebutkan satu persatu tak akan ada habisnya,

yang pasti, persahabatan mereka merupakan persahabatan paling aneh di dunia, dua manusia paling bertolak belakang yang seharusnya tidak perlu berinteraksi, tetapi malahan terikat dalam selubung persahabatan.

Elsa, 5 tahun yang lalu

Semua dimulai 5 tahun yang lalu, rumah mereka bertetangga.rumah mewah dengan pagar tinggi dan megah, bersanding dengan rumah mungil, hanya berpagarkan dedaunan. Sedikit menyedihkan untuk dilihat memang.

Elsa hanya mengetahui tentang Louis dari mobil mewahnya yang sering keluar masuk pagar, yang kadang berpapasan dengannya ketika dia berangkat kampus. Hanya itu, dan Elsa tidak pernah memikirkannya lagi. Tidak mungkin akan ada interaksi di antara mereka berdua, titik. Jadi buat apa dipikirkan?

Ternyata dia salah.

"Hey, kau itu ternyata tetanggaku ya?", suara itu membuyarkan Elsa dari lamunannya.

Saat itu hujan juga sedang turun dengan derasnya, Elsa sedang menunggu hujan reda, lupa membawa payung. Lobby kampus sudah mulai sepi, banyak mahasiswa lain yang nekat menembus hujan karena bosan menunggu hujan yang tak juga reda.

Louis berdiri di sampingnya, kelihatan sangat tampan dengan senyum riangnya,

Elsa mencoba tersenyum singkat, mengangguk, dan kembali menatap hujan. Berharap agar laki-laki tampan - yang salah tempat ini - menyadari kesalahannya menyapa gadis biasa yang tidak selevel dengannya, lalu pergi. Biar Elsa bisa melanjutkan lamunannya, sambil menatap hujan.

"Aku selalu melihatmu setiap berangkat, tidak disangka ya? Kita satu kampus, satu jurusan pula, biarpun kau adik kelasku", Tanpa peduli sikap acuh tak acuh Elsa, Louis tetap melanjutkan obrolan, berdiri disebelah Elsa, ikut menatap hujan.

Elsa mengalihkan pandangan dari hujan dan mengernyit menatap Louis, kenapa dengan lelaki ini? Apakah dia belum menyadari betapa tidak pantasnya idola kampus bercakap-cakap dengan kutu buku seperti dia?

"Kau tidak pernah menyapaku", gumam Louis lagi, karena Elsa tak menanggapi perkataannya sebelumnya.

"Maaf", itu yang keluar dari bibir Elsa meskipun hatinya mencelos sinis, memangnya aku bisa menyapamu? Kau yang selalu dikelilingi para pengagummu? Kau yang berada di duniamu yang kelas tinggi itu ?

"Kenapa kau minta maaf?", Louise sedikit menunduk menatap Elsa

"Karena tidak menyapamu?", sahut Elsa spontan, bingung karena percakapan yang tidak lazim ini.

Louis tergelak,

"Kalau begitu, aku harus meminta maaf juga karena tidak menyapamu selama ini"

"Tapi aku yang wajib meminta maaf duluan, karena kau ahkirnya menyapaku dan aku tidak"

Louis makin tergelak, lalu mengulurkan tangannya,

"Sepertinya kita harus bersalaman untuk meresmikan permintaan maaf ini"

Elsa mendongak, menatap Louis yang lebih tinggi darinya, senyum itu begitu hangat, senyum itu begitu tulus, hingga tanpa sadar Elsa membalas uluran tangan itu,

"Louise Alexander, meminta maaf kepadamu dengan setulus hati", gumam Louis sambil menggenggam tangan Elsa kuat.

Elsa mengernyit,

"Apakah aku harus mengatakan hal semacam itu juga?"

"Tentu saja, kita harus membuatnya resmi bukan?"

Siapa yang mengharuskannya? Dan lagi kenapa dia menanggapi percakapan konyol ini ?

Tapi kata-kata itu terucap juga dari bibirnya,

"Elsa Vania meminta maaf padamu dengan setulus hati"

Louis tertawa lagi, lelaki ini benar benar riang. Tangannya masih menggenggam tangan Elsa, lalu menoleh menatap hujan, yang tanpa sadar, sudah reda.

"Hey, hujan sudah reda, maukah kau kuantar pulang ke rumah, wahai tetangga ?

Itulah awal persahabatan mereka. Persahabatan yang tak lazim antara dua orang yang bertolak belakang di semua sisi. Sang Pencerah dan Si Pemurung.

***************


"Sepertinya aku akan putus dengan Jannette minggu ini", Louis mengunyah pisang goreng buatan ibu Elsa,

Mereka duduk di teras belakang, tempat Louis biasanya duduk kalau sedang berkunjung ke rumah Elsa. Dalam tahun persahabatannya dengan Elsa, Louis seolah olah menjadikan rumah Elsa sebagai rumah ke duanya,

"Rumahku sepi, tidak ada orang, aku kesepian", gumam Louis dengan kesedihan nyata saat itu

Dan keluarganya langsung mengadopsi tak resmi Louis sebagai bagian keluarga mereka.

Elsa meletakkan dua cangkir kopi susu di meja di antara mereka lalu menatap Louis dengan tak senang,

"Putus lagi?"

Louis sangat pembosan, meski semua kekasihnya sangat cantik, mereka hanya bisa bertahan maksimal 3 bulan sebagai kekasih Louis. Lelaki itu selalu memperlakukan mereka seperti ratu, tapi dengan mudahnya mencampakkan mereka tanpa perasaan.

"Sudah tidak ada chemistry lagi Elsa, setiap bersamanya aku merasa hambar"

"Selalu begitu alasanmu,selalu hanya berjalan paling lama tiga bulan dan kau bilang tak ada chemistry, kalau begitu kenapa dulu kau berpacaran dengannya?"

Pertanyaan yang sama, yang selalu diajukannya setiap Louis memutuskan para kekasihnya, dan jawaban yang sama juga.

"Aku berharap mungkin akan ada chemistry di antara kami, kalaupun tidak ada, aku berharap rasa itu akan bertumbuh, ternyata tidak", Louis menoleh menatap Elsa yang cemberut lalu tertawa, "Dan jangan menceramahiku tentang lelaki brengsek yang akan menerima karma suatu saat nanti"

Elsa meneguk kopi susunya dan menatap Louis tajam,

"Mereka semua mencintaimu Louis, tidak baik menyakiti hati perempuan satu demi satu seperti itu"

Louise terdiam,

"Aku juga sedang mencari soulmateku, salah kalau aku mencari dengan cara yang berbeda denganmu?"

"Kau tidak mencari soulmatemu. Tidak kalau caranya hanya memakai satu persatu dari daftar pemujamu, mencobanya selama tiga bulan, lalu meninggalkannya hanya untuk berganti dengan yang lain"

Louis mengernyit,

"Kau membuatnya terdengar begitu tidak berperasaan"

"Memang kan?"

"Setidaknya aku mencoba menjalin hubungan, tidak seperti kau", Louis selalu serius kalau membahas ini, "Kau selalu mencari soulmatemu, tetapi kau tidak pernah mau mencoba"

"Aku akan mencoba kalau aku sudah yakin bahwa dia adalah soulmateku"

"Bagaimana kau bisa tahu kalau dia adalah soulmatemu kalau kau tidak mencoba?"

"Aku pasti tahu"

Louis terdiam. Hening.

"Bagaimana kau bisa percaya kalau dia benar-benar ada?", tanya Louis kemudian memecah keheningan.

Elsa tersenyum,

"Aku tidak tahu dia ada atau tidak, aku bahkan tidak yakin dia akan datang, tapi kata orang tidak akan ada surga bagi orang yang tidak percaya kalau surga itu ada, Itu kuterapkan dalam penantianku, tidak akan ada belahan jiwaku jika aku tidak mempercayai bahwa dia ada.... Jadi kuputuskan untuk percaya",

Louis menarik napas,

"Rumit memahami pemikiranmu", dia lalu meneguk kopinya dan menyentuh lengan Elsa, "Sekarang beri aku beberapa alasan yang bisa kugunakan untuk memutuskan Jannette, harus bilang apa ya?"

"Bilang saja kau tidak merasakan chemistry"

Louis tergelak.

"Itu akan menyinggung perasaannya"

"Tapi jujur"

"Lebih baik aku bilang ada wanita lain"

"Dia akan membencimu setengah mati,lalu menyumpahimu habis-habisan"

Tawa Louis memenuhi ruangan.

"Setidaknya dengan membenciku dia akan lebih mudah melupakanku, lalu bisa melangkah melanjutkan hidupnya"

Elsa tersenyum lembut, menatap Louis dengan sayang,

"Dasar, playboy yang terlalu baik hati"

Louis menatap senyum Elsa dan hatinya mencelos, nyeri bagai ditusuk sembilu.

Els, berhentilah mencari - mulailah menunggu. Biar aku saja yang menemukan kamu.......

Demikianlah sebuah pesan sederhana tersirat lewat jalinan sendu.


**************


"Kau harus segera mengambil keputusan Lou, ini masalah mendesak, bukan perkara kecil", Bayu mengisap rokoknya dengan hisapan terahkir yang dalam, lalu membunuhnya di asbak.

Louis menyandarkan tubuhnya di sofa dengan letih,

"Seorang dokter seharusnya tidak boleh merokok, apalagi perokok berat sepertimu",gumamnya, mengalihkan pembicaraan dari desakan Bayu sebelumnya.

"Dokter juga manusia", Bayu mengangkat bahunya, "Ini sudah kebiasaan sebelum aku menjadi dokter", jawabnya tak peduli.

"Kau harusnya menjadi contoh yang baik di depan pasienmu"

"Aku tak pernah merokok di depan umum", sanggah Bayu cepat.

"Kau merokok di depan Elsa."

Hening.

"Dia tak keberatan aku merokok di dekatnya"

Louis memijat kepalanya yang mulai terasa berdenyut nyeri,

"Dia keberatan, aku sangat mengenalnya, dia benci perokok"

"Lou", suara Bayu berubah tegas, "Aku tidak ingat pernah berjanji padamu untuk melakukan pengorbanan sebesar itu demi mendapatkan cinta Elsa"

"Yah....", Louis memijit kepalanya lagi, "Itu yang menyebabkan Elsa masih ragu apakah kau adalah soulmatenya, dia benci perokok"

"Elsa harus menyadari bahwa segalanya tidak sempurna, tidak mungkin dia bisa menemukan sosok belahan jiwa yang sempurna seperti yang dia mau. Prince charming seperti dalam cerita Cinderella itu hanyalah khayalan dongeng anak-anak, kau harus membuatnya menerima kenyataan Lou, bukannya malah berusaha mewujudkan fantasinya"

"Dia tidak mencari seseorang yang sempurna, kau juga tahu itu"

Mereka berdua terdiam, merenung, dua-duanya mencoba menelaah impian Elsa tentang sosok soulmate yang diimpikannya.

"Kau tahu Lou? Aku tidak pernah mencari sosok pria yang sempurna, aku hanya ingin menemukan pria yang mau mencintaiku sepenuh hati, dan bisa membuatku mencintainya"

"Dan apa yang harus dilakukan pria itu agar bisa dicintai olehmu?"

"Yang pertama, pria itu tidak akan pernah menanggapi keluh kesahku dengan pertanyaan 'kenapa?', dia juga akan selalu menganggap setiap pilihanku berharga, walau beberapa kali dia mempunyai pilihan berbeda, dan yang terahkir, dia bisa mengerti bahwa yang aku perlukan hanyalah keberadaannya, tanpa perlu kata apa-apa, tanpa perlu rencana apa-apa, hanya ada dan tidak berprasangka. Aku tidak minta macam-macam bukan?"

Louis tercenung dalam lamunannya,

"Dia masih belum berhenti mencari", gumamnya pelan.

Bayu mendesah,

"Aku berjanji akan membuatnya berhenti mencari, kau tahu aku sangat mencintainya, aku akan berusaha dengan segala ketidak sempurnaanku ini untuk membahagiakannya jika dia mau menerimaku"

Louis menghembuskan napas pelan, lalu menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa dan memejamkan mata.

"Kau tidak apa-apa?", tanya Bayu sambil menatap Louis tajam.

Louis menggeleng, tetap memejamkan mata.

"Tidak apa-apa, aku cuma sedikit lelah, biarkan aku terlelap sebentar"

Bayu menyalakan rokoknya lagi, matanya menerawang, sibuk dengan pikirannya sendiri.

***************


"Kenapa tidak kau santap makananmu?"

Suara Bayu membuat Elsa tersentak dari lamunannya, dia tersenyum malu,

"Eh... Iya, maaf.... ", gumam Elsa pelan, mencoba menelan makanannya dengan canggung.

Bayu tersenyum lembut,

"Memikirkan Louis?"

Pipi Elsa memerah, membuktikan kalau kata-kata Bayu mengena.

"Aku mencemaskannya, dia tampak aneh tadi... Buru-buru masuk kamar dan menyuruh kita pergi makan malam berdua, padahal biasanya dia senang pergi makan malam bersama",

"Mungkin dia sedang ingin istirahat."

"Apakah dia sakit..... ?", Elsa setengah merenung.

Bayu terkekeh pelan,

"Menurutku dia sehat-sehat saja"

"Apakah itu berdasarkan kacamata kedokteran?"

Senyum Bayu berubah lembut,

"Bukan, itu dari kacamata seorang saudara"

"Kalau dari kacamata kedokteran?"

Beberapa detik Bayu terdiam, seolah ada kalimat tertahan di tenggorokannya, lalu mengangkat bahu,

"Dia baik-baik saja Elsa",

Elsa menelan suapan terahkirnya,

"Aku berpikir, jangan-jangan dia murung gara-gara habis putus dengan Jannette, apa mungkin dia patah hati? Mungkin dia menyesal sudah putus dengan Jannette?"

"Louis??? Patah hati ???", Bayu tergelak, "Kau mulai berpikir macam-macam Elsa, Louis tidak mungkin patah hati dengan perempuan semacam Jannette, dia bisa mendapatkan berpuluh-puluh wanita lain semacam itu hanya dengan menjentikkan jari"

Lalu tatapan Bayu berubah serius,

"Berhentilah mencemaskan Louis, aku ingin membicarakan tentang kita"

"Kita?"

Bayu menggenggam tangan Elsa

"Apakah tidak pernah ada 'kita' dalam benakmu?"

kata-kata itu membuat pipi Elsa merona, lalu mendesah,

"Tentu saja ada"

"Lalu ?"

"Aku... Aku....", Elsa bingung harus berkata apa.

"Apakah kau masih tidak yakin padaku?"

Hatinya tidak bergetar, bukankah seharusnya kalau dia bertemu dengan soulmatenya dia langsung merasakan getaran yang berbeda?

Elsa mendesah, bagaimana dia menjelaskan hal itu tanpa melukai Bayu?

Bayu, saudara sepupu Louis adalah sosok yang sempurna, melebihi sosok soulmate yang diimpikan Elsa, dokter muda dari keluarga kaya, tampan, berkepribadian baik dan seolah-olah sudah diciptakan untuk melengkapi Elsa.

Kadang Elsa bertanya-tanya, Bayu seperti sudah mengetahui apa yang Elsa mau sebelum Elsa meminta, menebak apa yang Elsa pikirkan meskipun Elsa hanya berdiam diri.

Dan lelaki itu mencintainya.

Bukankah itu point penting dalam pencarianmu? "Aku ingin bertemu seseorang yang mencintaiku sepenuh hati, dan bisa membuatku mencintainya"

Tanpa sadar Elsa mendesah. Kalimat kedua itu yang dia masih belum yakin. Dia belum yakin bahwa dia mencintai Bayu sepenuh hati.

"Kau tahu aku bersedia menunggumu, aku mencintaimu Elsa"

Elsa tersenyum lembut,

"Aku juga menyayangimu Bayu"

Menyayangi, bukan mencintai,

Bayu meringis. Sampai kapan Elsa akan bersikap seperti ini kepadanya?

"Apakah ini tentang pencarianmu terhadap sang soulmate? Kenapa kau begitu mempercayai bahwa seseorang yang sempurna sudah disiapkan Tuhan untukmu?"

"Louis yang cerita?"

Bayu tersenyum,

"Aku yang bertanya, jangan salahkan dia, menurut Louis itu adalah salah satu keunikanmu, seorang gadis yang selalu mencari soulmatenya, percaya tanpa putus asa bahwa dia akan dipertemukan dengan seseorang yang diciptakan khusus untuknya", Bayu mempererat genggaman tangannya di jemari Elsa, "Dan aku akan sangat bangga jika kau mempercayai bahwa akulah dia"

"Bayu....."

"Tidak, jangan jawab sekarang, kau tahu aku bersedia menunggu, cintaku padamu cukup besar untuk menanggung penantian panjang agar dapat bersamamu pada ahkirnya"

Elsa mendesah

"Terimakasih Bayu"

Bayu mengangkat tangan Elsa ke bibirnya dan mengecupnya lembut,

"Dengan senang hati"


*************

"Dia menolakku lagi", Bayu melempar kunci mobil ke meja dan membanting tubuhnya ke ranjang Louis.

Louis yang sedang menghadap layar monitor memutar kursinya dan menatap Bayu serius.

"Kupikir malam ini dia akan menerimamu"

Bayu menata bantal di belakang punggungnya agar nyaman, lalu berselonjor menghadap Louis,

"Karena itukah kau tadi sengaja menghilang ke kamar dan meminta aku makan malam hanya berdua dengan Elsa?"

"Kau tahu aku tidak dengan sengaja melakukan itu, kau tahu kenapa aku tidak bisa ikut makan malam tadi."

Bayu tercenung mendengar nada tajam dalam suara Louis, lalu menatap penuh perhatian,

"Kamu tidak apa-apa? Apakah perlu aku...."

"Aku tidak apa-apa", Louis langsung menyela dengan cepat, "Cukup tentang aku, bagaimana tadi?"

"Sudah kubilang dia menolak aku, dia masih mencari belahan jiwanya, aku sekuat tenaga berusaha meyakinkannya, tapi dia masih ragu untuk menerimaku"

"Kau kurang berusaha mungkin?"

Bayu melempar bantal dengan jengkel ke arah Lou yang segera menangkapnya dengan sigap,

"Aku kurang berusaha apa ? Aku mencintainya sepenuh hati, aku bersedia menunggunya, tapi dia belum yakin padaku, aku bisa melihat di matanya, dia masih belum yakin kalau aku adalah soulmatenya"

Louis terdiam, bingung.

"Aku ingin dia berhenti mencari, dia sudah terlalu lama mencari"

"Kenapa bukan kau sendiri yang berusaha membuatnya berhenti mencari Lou?" Tanya Bayu hati-hati.

Louis menatap Bayu dalam,

"Kau yang harus membuatnya berhenti mencari, bukan aku"

"Bagaimana kalau memang bukan aku yang dicarinya? Bagaimana kalau memang bukan aku yang ditakdirkan menjadi soulmatenya? Tuhan punya takdir sendiri Lou, kita tidak bisa memaksakan kehendakNya"

Lou menggelengkan kepalanya keras kepala,

"Seharusnya dia yakin bahwa kau adalah sosok yang ditunggunya selama ini, kau tidak pernah menjawab keluh kesahnya dengan pertanyaan 'kenapa', kau selalu menghargai pilihan-pilihannya, kau selalu bersedia ada untuknya"

"Karena kau yang memberitahukan hal itu padaku", sela Bayu cepat, "Aku muncul, menjadi sosok seperti yang diinginkannya bukan karena aku seperti itu tetapi karena kau yang membentukku seperti itu", Bayu mengacak rambutnya frustasi, "... Aku masih saja merasa sudah bertindak curang terhadap Elsa "

"Kau tidak bertindak curang, aku yang bertindak curang padanya, biar aku yang menanggung semua ini"

Els, berhentilah mencari, mulailah menunggu. Biar aku saja yang akan menemukannya untukmu.......


****************


"Sepertinya Cindy yang akan menjadi kekasihku berikutnya", Louis menatap Elsa dari atas majalah yang dibacanya.

Elsa mengganti channel TV yang menayangkan acara kriminal ke acara musik, Mereka berdua duduk di ruang tamu rumah keluarga Elsa yang sederhana, menonton TV.

"Cindy yang mana ?", tanyanya tanpa mengalihkan tatapan matanya dari televisi.

"Yang model itu"

Benak Elsa melayang, kesosok wanita cantik, tinggi dan sempurna yang pernah dilihatnya bersama Louis beberapa waktu lalu,

"Tipe seperti itu lagi?"

Louis menggulung majalah yang dibacanya dan memukulkannya ke kepala Elsa,

"Tipe seperti apa maksudmu?"Elsa tertawa,

"Tipe boneka barbie"

Kali ini gantian Louis yang tergelak,

"Kejam"

"Dan kau", Elsa menunjuk ke hidung Louis, "Hipokrit !"

"Kau perfeksionis

"Kau hedonis !!"

"Kau..Kau..." Louis tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena tertawa keras. Menertawakan tingkah spontan kekanak-kanakan mereka.

"Apa yang lucu?", Elsa mengerutkan keningnya, meski dengan senyum tertahan.

Louis mengacak rambut Elsa dengan sayang,

"Kau yang lucu", gumamnya penuh sayang, matanya berubah serius, "Bayu ke rumah kemarin, katanya kau menolaknya lagi untuk kesekian kalinya"

Elsa memutar bola matanya, topik yang ingin dihindarinya ! Dan Louis langsung menyodorkannya ke depan hidungnya !

"Aku masih tidak yakin Lou, entah kenapa....."

"Aku akan memaksanya berhenti merokok", gumam Louis penuh tekad

Mau tak mau Elsa tersenyum,

"Bukan karena itu Lou", mata Elsa menerawang, "Kau ingat saat aku bilang bahwa aku pasti akan tahu ketika aku dipertemukan dengan soulmateku?"

Louis mengangguk,

"Yah...kupikir..", Elsa mengangkat bahu, "kupikir ketika aku bertemu dengan belahan jiwaku, dunia akan terasa meledak di bawah kakiku, hatiku akan berseru-seru, 'itu dia! Itu dia!, setidaknya aku akan merasakan getaran yang berbeda"

"Dengan Bayu tidak terasa begitu?", Louis menebak,

Elsa tidak menjawab, tapi Elsa memang tidak perlu menjawab, Louis sudah tahu.

Dengan muram, tiba-tiba merasa amat lelah, Louis menyandarkan kepalanya ke belakang dan memejamkan mata,

"Louis ?", Elsa memanggil ketika mendapati Louis tidak bersuara.

Louis tertidur, pulas.

Elsa mengernyit, sepertinya itu sudah menjadi kebiasaan Louis ahkir-ahkir ini, dia sering tertidur dimana-mana, di kursi teras belakang, disofa ruang tamu Elsa, di bioskop saat mereka nonton bersama,bahkan saat mereka pergi bertiga bersama Bayu, Louis tidak pernah menyetir lagi, lelaki itu lebih memilih duduk di jok belakang dan tidur selagi ada kesempatan. Apakah pekerjaannya begitu berat ahkir-ahkir ini sehingga dia selalu kelelahan?

Elsa mengamati Louis yang tertidur dengan wajah damai,

Betapa tampannya lelaki ini, Elsa mengernyit karena baru menyadarinya. Selama ini yang ada di ingatannya hanyalah keceriaan Louis, dia selalu mengingat profilnya yang ceria dan menyenangkan, dia tahu Louis tampan, tapi tidak pernah memperhatikannya secara eksplisit.

Tapi hati memang tidak pernah memperhatikan penampilan fisik bukan?

Elsa mengernyit menahan perih yang menyeruak di dadanya,

Belum cukupkah keputusasaanku mencarimu membuat hilangmu berhenti, lalu kau datang dan tak lagi pergi...?
Membuatku tak terbunuh lelah mencari pasangan jiwaku.

Lou ,cepatlah berkata...jangan terlalu lama…..

************

"Lalu apa yang harus aku lakukan ??!", Bayu setengah berteriak, marah, "Kalau dia memang tidak merasakan getaran itu padaku, aku harus berbuat apa??, hatiku sudah cukup sakit menyadari perasaannya tak sebesar perasaanku padanya, dan sekarang kau masih menyalahkanku???", nada frustasi terdengar jelas di suaranya.Louis mengetatkan gerahamnya,

"Kau tak perlu emosi seperti itu"

"Tak perlu emosi ???!!, kau pikir aku mau berada di situasi seperti ini? Kau yang membuatku berada di posisi menyakitkan ini, dan sekarang berani-beraninya kau menyalahkan aku karena Elsa tidak merasakan getaran yang berbeda ketika bersamaku !!!"

"Aku tidak menyalahkanmu, aku hanya bilang kau kurang berusaha"

Jawaban itu semakin menyulut emosi Bayu,

"Kurang berusaha katamu? Kurang berusaha apa aku??!! Kau yang datang padaku setahun yang lalu, memintaku,Memaksaku untuk jatuh cinta pada Elsa, membentukku menjadi sosok yang sempurna untuknya, dan aku mau melakukannya, aku bahkan benar-benar jatuh cinta pada Elsa, dan sekarang, ketika aku menghadapi kepahitan karena Elsa tidak mencintaiku, kau menyalahkan aku karena kurang berusaha ??"

"Bayu", Louis bergumam tenang, mencoba meredakan emosi Bayu, "maafkan keegoisanku"

Dan berhasil, emosi Bayu mereda, lelaki itu mengacak rambutnya frustasi,

"Maafkan aku", gumam Bayu lemah, "Pikiranku kalut,

"Aku mengerti, ini semua kesalahanku, ini semua karena keinginan egoisku agar Elsa berhenti mencari, agar Elsa menemukan soulmate yang selama ini ditunggunya, aku ingin Elsa menemukannya, dan aku memperalatmu"

Bayu menghela napas,

"Aku senang bisa diperalat, setidaknya aku mencintai gadis yang benar-benar berharga"

Hening. Hanya helaan napas masing masing yang terdengar, mencoba meredakan sesak di dada.

"Lou, kalau kau begitu mengerti tentang Elsa, kalau kau menyadari kau sendiri bisa menjadi sosok sempurna yang diinginkan Elsa, kenapa kau tidak pernah mencoba ?, setidaknya....."

"Kau tahu aku tak bisa", Louis menyela, kepedihan yang kental memenuhi suaranya, kesedihan yang berat menggantung di udara.

"Dan kalian pikir aku menemukan soulmateku sendiri ???"

Suara bergetar Elsa di belakang mereka berdua membuat keduanya terperanjat, serentak menoleh ke belakang.

Elsa berdiri di sana, di pintu rumah Louis yang terbuka, tubuhnya bergetar oleh emosi, matanya berkaca-kaca.

"Elsa...?", Lou terdengar panik, berusaha menjelaskan. Tapi tatapan tajam Elsa yang penuh kebencian membuat kata-katanya terhenti.

“Tidak kusangka aku hanya menjadi ajang permainan di antara kalian berdua”, Elsa tidak dapat menyembunyikan kejijikan di dalam nada suaranya, “Tidak kusangka……”, kini air mata mulai mewarnai suara Elsa, "Pantas Bayu seperti jelmaan sosok soulmate yang kuimpikan.... pantas.....". suara Elsa tertelan oleh isakan.

“Aku tidak akan pernah mau bertemu kalian berdua lagi !”, serunya lagi sebelum air mata menetes di pipinya.

Dia tidak akan menangis di depan kedua laki-laki ini !!

“Els, Kau Harus dengar dulu……Els !!!!!! “, Bayu berteriak langsung melompat mengejar Elsa yang membalikkan badannya dan berlari menjauh,

Louis terdiam di tempatnya, tidak berusaha mengejar,

pedih.

Bahwa sesuatu yang biasanya ada bisa menjadi berarti karena ketiadaannya.
Seperti kenanganku tentangmu yang kusyukuri ditengah-tengah mereka yang tak sempat mengenangmu waktu malam kelam membungkusku dalam pilu.


*************