Selasa, 30 Juli 2013

Another 5% Part 20



Ketika Selly membuka matanya, dia berada di sebuah kamar. Kamar yang indah bernuansa cokelat lembut. Selly tergeragap dan langsung terduduk dengan bingung.

Dimanakah dia?

“Kau sudah bangun.” Suara itu tiba-tiba saja muncul dari ujung ruangan, membuat Selly terperanjat dan tergeragap kebingungan. Dia menoleh dan mendapati Gabriel berdiri di sana, mengamatinya dengan tatapan intensnya yang tajam.

“Sir?” Selly mengerutkan keningnya, kebingungan meliputinya, berusaha mengumpulkan kenangan, kenapa dia bisa tiba-tiba berada di dalam sebuah kamar bersama bosnya itu. Tetapi bagaimanapun Selly mencoba, yang diingatnya hanyalah dia sedang menangis di sofa rumahnya.

Bagaimana bisa dia berada di sini?


“Kau tak perlu bingung Selly, aku akan menjelaskan semuanya kepadamu.” Gabriel berdiri dan tersenyum kepadanya, tetapi entah kenapa aura Gabriel terasa begitu mengerikan. “Karena Pada akhirnya, aku dan Rolan akan bertarung.”

Selly menatap Gabriel, terperangah kebingungan dengan kata-kata Gabriel. Gabriel menggunakan kata ‘bertarung’ bukan bertengkar atau adu pendapat. Kata bertarung mengisyaratkan diperlukannya kekuatan fisik dan merupakan bentuk kata untuk mengisyaratkan perkelahian dua orang yang sama-sama kuat. Tatapan Selly tetap menyiratkan kewaspadaan kepada Gabriel, dia mundur sejauh mungkin dari ranjang, bersiap melompat kalau-kalau Gabriel mendekat, hal itu sepertinya malahan membuat lelaki itu geli karena dia hanya berdiri di sana dengan senyuman seperti mengejek.

“Di dunia ini, untuk menjaga keseimbangan maka diciptakanlah gelap dan terang. Ada yang mengendalikan kekuatan terang, dan ada yang mengendalikan kekuatan kegelapan.  Sayangnya Selly, kau dan aku berada di sisi yang berseberangan, meskipun sebenarnya aku tidak ingin menyakitimu.”

Kata-kata Gabriel masih sulit dimengertinya. Lelaki ini tampak aneh dan berbeda, bukan seperti Gabriel atasannya yang elegan dan selalu tenang. Lelaki ini sekarang tampak berbahaya, seperti pemangsa yang siap membunuh kapanpun dia menginginkannya.

“Apa maksud anda Sir?”

Gabriel masih berdiri tegak di sana. “Aku adalah pemegang kekuatan kegelapan. Dan Rolan adalah pemegang kekuatan terang. Dan aku sudah bertekad untuk menghancurkan siapapun yang memegang kekuatan terang.”

Rolan? Pemegang kekuatan terang? Apa maksudnya?

Gabriel tampaknya bisa membaca kebingungan Selly, dia melanjutkan. “Apakah kau tidak pernah berpikir kenapa Rolan dengan penyakit separah itu bisa sembuh? Itu karena dia mendapatkan kekuatan terang dari Matthias, pemegang kekuatan sebelumnya. Kau mungkin masih bingung. Jadi akan kutunjukkan padamu.” 

Jemari ramping Gabriel terulur ke depan, lalu dari sana keluar api yang menyala begitu saja. “Kami sang pemegang kekuatan, memperoleh kekuatan karena sang pemegang kekuatan sebelumnya mewariskan kemampuannya kepada kami dengan mengaktivkan fungsi otak kami hingga 95% persen, kau tahu bukan bahwa manusia yang sekarang dengan kepandaiannya itu ternyata hanya menggunakan kemampuan otaknya sebanyak sepuluh persen? Kau pasti bisa membayangkan apa yang bisa kami lakukan dengan kemampuan otak 95%.” api di tangan Gabriel semakin membesar, tetapi secara ajaib, lelaki itu bisa mengendalikannya. “Kami mempunyai kekuatan luar biasa, hampir tak terbatas. Kami bisa menguasai semua elemen bumi, air, api, udara.” Tiba-tiba api di tangan Gabriel berubah menjadi es yang membeku, dan dalam sekerjap mata luruh menjadi abu yang menghilang di udara. “Kami bisa melakukan apa saja yang kami mau di dunia ini.” Mata Gabriel meredup. “Termasuk saling menghancurkan.”

Selly menatap Gabriel antara bingung dan tidak percaya. Tetapi Gabriel telah menunjukkan kekuatannya di depan Selly, yang meskipun mungkin itu kekuatannya yang paling sederhana, tetap saja menjadi bukti perkataannya. Orang tidak mungkin mengeluarkan api, es dan abu dari tangannya, dan Selly tahu itu bukanlah trik seorang pesulap.

Tetapi logikanya masih terasa sulit menerima semua ini.....

“Kenapa Rolan bisa menjadi pemegang kekuatan terang?” Dan kenapa Rolan tidak mengatakan kepadanya? Memang benar setelah sembuh dari penyakitnya, Rolan tampak berbeda, tampak lebih kuat...

Gabriel bersedekap. “Mungkin karena kebetulan atau mungkin Matthias sudah merencanakannya. Aku dan Matthias sudah bertarung bertahun-tahun lamanya dan tidak ada satupun di antara kami yang bisa memenangkannya karena kekuatan kami sama hebatnya. Mungkin Matthias mulai menyerah, dan kemudian dia mencari seseorang yang bisa mengalahkan aku, dan Rolanlah orangnya.”

“Tetapi kenapa Rolan?”

“Kenapa?” Mata Gabriel menajam, lelaki itu tiba-tiba melangkah maju, membungkuk ke arah Selly yang masih berada di atas ranjang, dan kemudian meraih dagu Selly sebelum Selly bisa menghindar, dan mendongakkannya,

“Matthias memilih Rolan karena kau Selly.” Mata Gabriel seolah menembus kedalaman hati Selly, “Karena kau adalah sang cinta sejati. Seorang pemegang kekuatan yang teguh memegang cinta sejatinya, dia akan memperoleh tambahan kekuatan sebesar 5%, kelebihan kekuatan sebesar 5% itulah yang akan membuatnya menjadi pihak yang lebih unggul.”

Seketika itu juga Selly mundur, menepiskan tangan Gabriel dari dagunya. “Jadi kau mengincarku? Apakah kau akan membunuhku?”

Gabriel berdiri di sana, seperti pangeran kegelapan yang tak punya hati, menatap Selly dengan ekspresi muram yang dingin.

“Tidak. Aku tidak akan membunuhmu Selly. Tapi yang pasti aku akan membunuh Rolan, entah bagaimana caranya.”

Selly ketakutan. Dia memang sakit hati karena Rolan, tetapi membayangkan Rolan terbunuh membuatnya takut. Ekspresinya tertangkap di Gabriel yang langsung tampak marah.
"Kenapa kau masih begitu memikirkankan lelaki itu? Dia meninggalkanmu berkali-kali demi kecemasannya yang tidak beralasan kepada perempuan lain, dia menyakiti hatimu dan tanpa pikir panjang mencium perempuan lain.”

Selly mendongak, terkejut karena Gabriel mengetahui insiden kemarin yang menghancurkan hatinya.

“Ya. Aku tahu.” Gabriel menyipitkan matanya. “Seorang lelaki yang memegang teguh cinta sejatinya, dia tidak akan mencium perempuan lain dengan mudahnya. Apakah kau tidak pernah memikirkan? Seandainya saja waktu itu kau tidak ada di sana, akankah Rolan berterus terang kepadamu bahwa dia sudah mencium perempuan lain? Tidak bukan? Selamanya mungkin dia akan membohongimu. Kalau aku...” Suara Gabriel tertelan, “Kalau aku bisa mencintai seorang perempuan dan memutuskan bahwa dia adalah cinta sejatiku, aku tidak akan pernah mencium perempuan lain.”

Dan kemudian, dalam sekejap, Gabriel membungkuk, meraih Selly ke dalam lengannya, bibirnya yang dingin mencari bibir Selly dan kemudian memagutnya. Ciuman itu dalam, dan lembut, bertolak belakang dengan lengan Gabriel yang mencengkeram punggung Selly, menahannya dengan kuat. Gabriel mencecap bibir Selly seolah ingin merasakan setiap sudutnya, menikmatinya. Sementara Selly karena terlalu terkejut, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya terpaku kebingungan. Lalu Gabriel melepaskan Selly begitu saja, setengah mendorongnya ke tengah ranjang. Dan dalam sekejap mata, Gabriel menghilang. Tubuhnya hilang ditelan bayangan kegelapan. Meninggalkan Selly yang masih shock dan kebingungan.

***

Gabriel menyandarkan tubuhnya di sisi luar kamar, di depan pintu kamar tempat dia mengurung Selly. Napasnya terengah dan matanya terpaku, penuh keterkejutan. Jemarinya menyentuh bibirnya yang terasa panas, bekas ciumannya dengan Selly. Kenapa dia mencium Selly?

Bahkan Gabriel sendiri tidak tahu kenapa dia melakukannya. Dia melakukannya begitu saja.

“Anda akan menguprungnya di sini?” Carlos tiba-tiba muncul seperti biasa dan mengajukan pertanyaan.

Gabriel langsung menyingkirkan jemarinya yang masih menyentuh bibirnya.

“Dia tidak boleh sampai ada di pertarunganku dengan Rolan.” Gumamnya tenang.

“Apakah itu untuk mencegah supaya Rolan tidak menang... ataukah itu demi tujuan lain?” Carlos bertanya lagi, berusaha meredakan rasa ingin tahunya.

Tatapan Gabriel langsung menajam, “Apa maksudmu, Carlos?”

Pelayannya yang setia itu tampak gugup dan menelan ludahnya sebelum mengajukan kembali pertanyaannya. “Saya... saya berpikir anda ingin mencegah nona Selly untuk berada di pertempuran itu karena anda ingin mencegahnya mengorbankan nyawa demi Rolan.”

Gabriel tertegun. Sedikit agak lama dari yang seharusnya. Tetapi ketika menatap Rolan, ekspresinya kembali tenang.

“Aku punya tujuan sendiri, Carlos. Tugasmu adalah berada di sini dan menjaga Selly supaya tidak keluar dari rumah ini, sampai pertarunganku dengan Rolan beres.”

Carlos mengerutkan keningnya, “Bukankah ini adalah pertarungan yang sia-sia? Tanpa Selly kalian berdua akan sama kuatnya, pertarungan itu tidak akan pernah selesai.”

Gabriel tersenyum tipis.  “Biarpun begitu, aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk menghajar lelaki bodoh itu.”

Gabriel tampak begitu keras kepala, meskipun Carlos sudah mengungkapkan bahwa pertarungan itu tidak akan berujung kalau salah satu dari mereka tidak punya cinta sejati untuk menambahkan kekuatannya. Mungkin Gabriel hanya ingin melampiaskan kemarahannya kepada Rolan. Carlos mengamati tuannya, dan tiba-tiba sebuah kesimpulan menyeruak di benaknya.

***
Rolan ternganga, menatap Marco dengan tatapan tak percaya. “Apa katamu tadi? Sabrina adalah....”

“Ya Tuan. Sabrina adalah adik tiri dari Gabriel sang pemegang kekuatan kegelapan. Ibu dari Gabriel adalah sang pemegang kekuatan kegelapan yang sebelumnya. Beliau menyerahkan kekuatannya kepada Gabriel anak lelakinya. Dan Sabrina ini... dia menderita penyakit parah, dia bisa bertahan selama ini karena ibunya dulu memberikan darah untuknya... mungkin itu juga yang dilakukan Gabriel selama ini kepada Sabrina hingga perempuan itu bisa bertahan sampai sekarang.”

Rolan terperangah. “Bagaimana mungkin? Kenapa Sabrina tidak pernah menceritakan kepadaku?”

Marco mengerutkan keningnya, “Mungkin ini semua sudah direncanakan oleh Gabriel, dia menggunakan Sabrina untuk mengalihkan perhatian anda.” Marco menghela napas panjang, “Saya belum bercerita kepada anda, kenapa Gabriel berambisi untuk melenyapkan kekuatan terang. Semua ini berpangkal dari Sabrina. Ibunya yang juga ibu Gabriel, ketika memegang kekuatan gelap melakukan pelanggaran kepada aturan semesta demi anaknya, dia menyerap rasa sakit Sabrina, seperti yang sudah saya jelaskan kepada anda, hal itu akan menimbulkan akibat yang fatal ketika sang pemegang kekuatan kehilangan kekuatannya, dia akan menderita akibat rasa sakit yang diserapnya.” 

Marco menghela napas lagi. “Ketika ibu Gabriel dan Sabrina menyerahkan kekuatannya, dia langsung menderita kanker ganas stadium akhir yang siap merenggut nyawanya.... saya masih ingat ketika itu Gabriel masih kecil, dia belum bisa menggunakan kekuatannya dengan sempurna, karena itu dia  datang, memohon dan berlutut di depan tuan Matthias, meminta tuan Matthias menyelamatkan nyawanya...Sayangnya seperti yang kita tahu, sang pemegang kekuatan meskipun mampu, tidak boleh menyelamatkan atau menyembuhkan penyakit orang yang masih terikat takdir kematian. Karena itu tuan Matthias menolak Gabriel.”

“Dan kemudian ibu Gabriel meninggal?” Rolan menyela, termangu.

Marco menganggukkan kepalanya. “Ya. Ibu Gabriel meninggal tak terselamatkan. Gabriel ternyata kemudian menjadi pemegang kekuatan gelap yang sangat hebat dan tak terkalahkan, dia lalu berambisi untuk melenyapkan kekuatan terang, karena baginya, kekuatan terang ternyata tidak mewakili kebaikan.”

“Jadi semua ini... semua permusuhan dan pertarungan tiada henti antara Gabriel dan Matthias, karena Gabriel kehilangan ibunya?”

“Beliau masih kecil waktu itu, dan menanggung kekuatan yang begitu dasyat di pundaknya.” Marco menghela napas panjang. “Kadang hal-hal yang remeh bisa berubah menjadi masalah besar di kemudian hari.” Lelaki itu melirik ke arah Rolan, “jadi apa yang akan anda lakukan kepada nona Sabrina ini? Anda sudah memberikan darah anda kepadanya bukan? Saya kuatir, belum pernah ada manusia yang menerima darah baik dari sang pemegang kekuatan terang maupun pemegang kekuatan gelap... seandainya saya tahu bahwa perempuan yang akan anda tolong adalah nona Sabrina, mungkin saya akan mencegah anda sejak awal.”

Rolan menatap Sabrina yang masih terbaring lemah di atas ranjang, tampak begitu pucat dan rapuh. Sabrina tidak mungkin jahat bukan? Perempuan itu begitu lemah. Mungkin dia juga hanyalah korban, lagipula dia sakit dan tidak berdaya. Rolan harus mendengarkan Sabrina terlebih dahulu.

“Aku akan menanyai Sabrina begitu dia sadar.” Rolan memutuskan.

***

“Nona Selly sama sekali tidak mau menyentuh makan malamnya.” Carlos menghela napas panjang, menatap Gabriel yang masih termenung di ruang kerjanya, “Makan malamnya utuh. Sama halnya dengan makan pagi dan makan siangnya. Dia bisa dibilang tidak memasukkan apa-apa ke perutnya seharian ini.”

Gabriel menyipitkan matanya, “Apakah dia berencana untuk menyiksa dirinya dan bunuh diri?”

Carlos menghela napas panjang. “Saya tidak tahu, tuan, yang pasti nona Selly tidak mau dikurung, sepertinya dia akan mogok makan, sampai anda melepaskannya.”

Gabriel menggertakkan giginya. “Aku akan menemuinya sendiri dan memaksanya makan.” Gabriel benar-benar frustrasi kepada Selly, biasanya kalau dengan orang lain, dia bisa menguasai pikirannya dan memaksa orang tersebut melakukan apa yang dia mau. Tetapi dengan Selly berbeda, kekuatannya tidak mempan sama sekali kepada Selly, dan hal itu membuat semuanya menjadi lebih sulit.

Dan kemudian tanpa menunggu tanggapan dari Carlos, Gabriel menghilang dan muncul kembali ke kamar tempat Selly dikurung.

“Kau harus makan.” Gabriel mengerutkan keningnya melihat Selly yang terbaring lemah.

Selly mengangkat dagunya, keras kepala, “Aku tidak akan makan sampai kau melepaskanku dari tempat ini.”

Mata Gabriel menyala. “Makan Selly, atau aku mungkin akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal.”

Selly menatap Gabriel setengah takut. Pria ini tidak main-main, dia tampak kejam dan buas. Tetapi Selly tidak punya pilihan lain bukan? Dia harus menantang Gabriel.

“Apa yang akan kau lakukan?”

Mata Gabriel menyipit, “Jangan menantangku, Selly. Kekuatanku memang tidak mempan kepadamu, tetapi bukan berarti aku tidak bisa melukai orang lain demi memaksakan kehendakku kepadamu.” Gabriel menunjukkan jemarinya, “Dengan hanya mengibaskan tangan, aku bisa membakar satu gedung yang penuh dengan orang-orang tidak berdosa. Aku bisa memanggil angin topan untuk menghempas tempat tinggal yang penuh orang....”

Selly gemetar, karena Gabriel tampak benar-benar serius dengan ucapannya. Dia menatap Gabriel dengan marah.

“Kau jahat kalau sampai melakukannya!”

Gabriel terkekeh, “Jahat?” Lelaki itu memalingkan muka, “Aku adalah pemegang kekuatan kegelapan, sudah seharusnya aku jahat bukan?” Ketika menatap Selly ada sepercik kesedihan di matanya, tapi cuma beberapa detik karena kemudian mata itu berubah kejam, “Jangan berpikir dengan mogok makan kau bisa mencapai keinginanmu. Kau harus makan, Selly, pelayanku akan membawa makanan untukmu sebentar lagi, dan kau akan menghabiskannya. Jika kau tidak melakukannya, aku akan melakukan apa yang sudah kukatakan kepadamu tadi, dan secara tidak langsung kau akan bertanggung jawab terhadap kematian begitu banyak manusia yang tidak berdosa.”

Selly menggertakkan gigi, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Dia sama sekali tidak menyangka, Gabriel, atasannya yang begitu baik dan perhatian ternyata sangat jahat.

Tetapi sikap lelaki itu begitu kontradiktif... Selly teringat ketika Gabriel menemaninya merayakan hari ulang tahunnya yang menyedihkan karena Rolan membatalkan acara makan malam mereka, dan juga Gabriel selalu bersikap baik kepadanya, memberikan nasehat dan semangat dalam kekalutannya, apakah itu semua hanyalah sandiwara? Apakah Gabriel ternyata berpura-pura dan sudah merencanakan semuanya?

Seperti sudah direncanakan, pintu itu terbuka, dan seorang lelaki tua setengah baya masuk membawa nampan makanan.

“Letakkan saja di meja, Carlos. Sang Tuan Putri akan menghabiskan makanannya kali ini.”

Lelaki tua yang bernama Carlos itu mengangguk dalam diam, dan meletakkan nampan yang penuh berisi makanan itu di meja sisi ranjang, kemudian setelah melemparkan tatatapan tak terbaca ke arah Selly, Carlos melangkah pergi.

Duduk. Makan.” Gabriel berdiri di sana, dengan arogan dan menatap Selly dengan tatapan mata tak terbantahkan. Selly memandang Gabriel dan tahu bahwa lelaki kejam itu tidak main-main dengan ancamannya. Dia melihat sendiri bagaimana Gabriel bisa menghasilkan api dari tangannya, bagaimana Gabriel bisa menghilang sesukanya.

Sambil beringsut duduk, Selly menahankan harga dirinya dan menyuap makanan dari atas piring di meja itu. Makanannya lezat tentu saja, tetapi kemarahan Selly karena dipaksa di luar kehendaknya membuat makanan itu terasa seperti bubur kertas di mulutnya.

Gabriel sendiri hanya berdiri dan menatap Selly, mengangkat alisnya ketika Selly tampak enggan melakukan suapan keduanya.

“Habiskan Selly.” Gumamnya tegas, menyatakan dengan jelas bahwa dia tak akan pergi dari sana sebelum Selly melakukan apa yang dia mau.

Mau tak mau Selly menyuapkan makanan itu, sampai dengan suapan terakhir. Ketika dia selesai melakukannya, dia mendongakkan kepalanya dan menatap Gabriel dengan tatapan menantang.

Gabriel setengah tersenyum puas, dia mengambil gelas di atas meja, dan menyorongkannya ke depan Selly.

“Ini minum.”

Lagi, dalam diam Selly menuruti kearoganan lelaki itu. Dia menerima gelas itu dan meneguknya sampai habis.

Setelah gelas itu diletakkan, Gabriel menganggukkan kepalanya. “Bagus.” Gumamnya, jemarinya terulur, menyentuh dagu Selly, “Mulai sekarang kau harus menghabiskan makananmu. Pelayanku akan memeriksa piringmu dan melaporkannya kepadaku. Kalau kau tidak melakukan apa yang aku mau, aku akan datang kepadamu dan memaksamu. Apakah kau mengerti?”

Selly diam saja dengan keras kepala. Merasa marah karena begitu tak berdaya di bawah ancaman lelaki jahat ini.

“Apakah kau mengerti, Selly?” Gabriel mengulangi ucapannya, kali ini nadanya lebih memaksa.

Selly mendongakkan kepala, melemparkan tatapan mata menyala marah kepada Gabriel, kata-katanya tidak sesuai dengan kebencian yang menyala di matanya.

“Aku mengerti. Sir.” Jawabnya ketus.
***

Perempuan keras kepala.

Gabriel duduk di depan meja kerjanya. Membuka buku tebal tentang aturan alam semesta di depannya. Tetapi matanya tidak terarah ke buku itu. Benaknya melayang memikirkan Selly.

Menahan Selly di rumahnya seperti ini sebenarnya tidak memberikan keuntungan apa-apa baginya selain menambahkan kebencian Selly kepadanya. Ya. Gabriel bisa melihat mata Selly dan mengetahui ada kemarahan dan kebencian yang ditujukan kepadanya.

Apakah perempuan itu masih membela dan memikirkan Rolan? Lelaki lemah yang gampang terpedaya oleh perempuan lain?

Mata Gabriel mengarah ke hamparan syair yang tertera di dalam buku alam semesta itu, di bagian yang membahas tentang ‘pengorbanan cinta sejati’. Bait-bait puisi kuno itu yang selalu mengganggunya. Bait-bait puisi tersirat tentang pengorbanan cinta sejati. Gabriel amat sangat yakin akan makna yang tersirat dari puisi itu :

Ketika dua memecah belah semesta,
Maka sang takdir akan memberikan sang pemenang
Hanya satu yang bisa meraihnya
Satu yang terpilih sang pembuka hati
Satu terpilih yang bisa merasakan cinta sejati
Darah dan air mata akan tertumpah
Pilihan akan diajukan
Darah yang tercinta ataukah keseimbangan semesta?
Semua pilihan akan memberi makna
Yang kalah dan yang menang muncul setelah pilihan diambil
Pengorbanan cinta sejati akan menentukan segalanya.

Itu berarti Selly harus memberikan nyawanya demi memberikan kekuatan kepada Rolan sebesar 5%. Lelaki itu menatap bait puisi di depannya dengan marah. Menghancurkan sang pemegang kekuatan terang sudah menjadi tujuan hidupnya sejak mamanya meninggalkann dunia ini, Gabriel telah siap, telah merencanakan semuanya, mengatur terjadinya perang kekuatan yang sangat besar. Sampai kemudian Selly hadir dan membuatnya ragu. Kalau pertarungan antara dia dan Rolan terjadi, kemungkinan besar Selly akan mengorbankan nyawanya demi Rolan... 

Apakah itu sepadan? Kematian Selly?

Sambil merangkum jari kedua tangannya di bawah dagunya, Gabriel merenung. Selly. Perempuan itu mengubah segalanya. Tidakkah perempuan itu menyadari bahwa Gabriel sudah berniat menghentikan pertarungan dan dendamnya dengan pemegang kekuatan terang, demi menyelamatkan nyawanya?

***

Rolan duduk di tepi ranjang, menatap ke arah Sabrina yang masih terbaring lemah di atas ranjang. Perempuan itu belum sadarkan diri juga sejak tadi. Tetapi napasnya teratus dan tanda-tanda vital tubuhnya tampak baik-baik saja. Mungkin ketika menyerap kesadaran Sabrina saat menyelamatkannya dari kebakaran, Rolan terlalu besar menggunakan kekuatannya hingga Sabirina tidak sadarkan diri terlalu lama.... Pintu kamarnya terbuka, Marco masuk dengan wajah pucat pasi.

“Ada apa?” Tiba-tiba Rolan merasakan firasat buruk. Ekspresi cemas Marco menular kepadanya.

Marco menelan ludahnya, “Saya... mata-mata saya memberikan informasi. Nona Selly sekarang berada di bawah kekuasaan Gabriel. Gabriel menculik dan mengurung nona Selly

Bersambung ke Part 21




Jumat, 26 Juli 2013

Embrace The Chord Part 16



Rachel terpana, merasakan pelukan Jason yang sedemikian erat di tubuhnya. Lengan kuat Jason melingkarinya, seakan ingin meremukkannya. Tetapi dibalik kekuatan pelukannya, Rachel merasakan ada kerapuhan yang dalam di sana. Kerapuhan yang tidak pernah ditunjukkan oleh Jason sebelumnya, sisi lain yang baru diketahui oleh Rachel. Jason benar-benar manusia dengan kepribadian yang amat sangat kompleks, di satu waktu, Rachel merasa sudah mengenali lelaki itu, tetapi kemudian di waktu yang lain, Jason tiba-tiba saja menguakkan lapisan kepribadiannya yang lain, membuat Rachel terkejut. 

Seperti sekarang. Jason memeluknya, tampak rapuh... bagaikan bocah kecil yang meminta perlindungan kepada ibunya, meminta dikuatkan.

Didorong oleh perasaannya, Rachel menggerakkan jarinya, semula ragu, tetapi kemudian dia melingkarkan lengannya di punggung Jason, membalas pelukannya, jemarinya kemudian bergerak dan mengusap punggung Jason, berusaha memberikan ketenangan.


Punggung Jason menegang sejenak ketika menerima usapan tangan dari jemari mungil Rachel. Tetapi kemudian lelaki itu mempererat pelukannya, terdiam lama sambil menenggelamkan kepalanya di rambut Rachel.

Lama kemudian, Jason melepaskan pelukannya. Ekspresinya tidak terbaca.


"Maaf." gumamnya, dan sebelum Rachel sempat berkata-kata, Jason melepaskan pegangannya dan melangkah pergi meninggalkan kamar itu, membiarkan Rachel yang terpana tanpa bisa berkata-kata.


*** 


Arlene mengamati dari dalam mobilnya di depan rumah orang tua Jason. Dia menggigit bibirnya dengan geram, menahan rasa marah dan cemburu.


Dari berita di televisi, dia tahu bahwa Jason hari ini keluar dari Rumah Sakit, Arlene begitu senang, tetapi dia menahan diri dan tidak berani mendekati Jason, takut lelaki itu akan langsung menuduhnya sebagai dalang atas kecelakaan yang dia alami. 


Jadi disinilah dia, sengaja memakai mobil pinjaman agar tidak dicurigai dan duduk di dalam seperti orang bodoh, mengawasi rumah Jason dan tidak berani mendekat.

Satu hal yang membuatnya semakin geram adalah karena dia melihat Rachel. Perempuan ingusan itu - yang ternyata tidak menderita luka parah - mengikuti Jason masuk ke rumah itu, dan sampai sekarang tidak keluar-keluar dari sana.


Apakah perempuan itu tinggal di rumah Jason?


Arlene langsung mengumpat, tidak bisa menahan dirinya. Kalau sampai perempuan itu berani tinggal di rumah Jason, maka Arlene akan melenyapkannya. 


Tidak boleh ada perempuan lain yang boleh berada di dekat Jason selain dirinya!


*** 


Ketika bertemu lagi dengan Jason sore harinya, Rachel sibuk mengamati lelaki itu, Jason sedang bercakap-cakap dengan mamanya di teras depan sambil menikmati teh dan kue harum yang masih hangat, baru keluar dari panggangan.


Lelaki itu tampak ceria, sama sekali tidak tertinggal ekspresi sedih yang ditampakkannya tadi siang. Rachel membatin, melihat betapa Jason tertawa lebar akan apa yang dikatakan oleh mamanya. Tentu saja Rachel tahu kisah tentang mama kandung Jason yang jahat, dan melihat keakraban Jason dengan mama angkatnya ini, tampaknya sang mama benar-benar menyayangi Jason dan berusaha menggantikan kekosongan yang ada. 


Kepala Jason terangkat dan sedikit ada kilat di matanya ketika melihat Rachel datang, tetapi lelaki itu dalam sekejap bisa menyembunyikannya dan memasang ekspresi datar, lalu tersenyum.

"Kemarilah Rachel, aku dan mamaku sedang membahas kejadian lucu di salah satu konserku waktu aku kecil."


Mau tak mau Rachel mendekat dan duduk di salah satu kursi yang berada di dekat Jason. Mama Jason menuangkan secangkir teh untuknya dan Rachel mengucapkan terimakasih ketika menerima cangkir teh itu.


"Pada mulanya Jason selalu demam panggung sebelum konser." Sang mama melanjutkan kisahnya, tersenyum lebar mengingat kenangan yang menghangatkan hati itu, "Dia pernah menangis dan tidak mau naik ke panggung. Aku tidak menyalahkannya, waktu itu usianya baru duabelas tahun, dan harus menjadi violinist solo di sebuah konser internasional yang disaksikan ribuan orang. Kami benar-benar kebingungan ketika Jason tidak mau naik ke panggung ketika itu."


Jason tersenyum mendengarkan kisah mamanya, menyandarkan tubuhnya dengan santai di kursi, "Aku sudah lupa tentang kejadian itu, yang ada diingatanku hanyalah ketakutan samar-samar ketika melihat kursi penonton begitu penuh." Sahutnya.


Rachel mencondongkan tubuhnya, tampak tertarik. "Lalu apa yang terjadi?"


"Aku memberinya sebuah jimat supaya dia tenang." Sang mama tersenyum lembut, menatap jason dan mengenang.


"Jimat?" Rachel mengerutkan keningnya, membuat mama Jason tertawa.


'Bukan jimat yang punya kekuatan besar tentu saja. Aku panik dan mengambil yang pertama yang aku ingat. Aku memberinya jepit rambutku, jepit rambut berhiaskan berlian yang berbentuk kupu-kupu. Aku bilang pada Jason bahwa jepit rambut itu mempunyai kekuatan, bisa menyerap rasa takut dan gugup." Sang mama berkisah kembali.


"Dan Jason percaya?" Rachel tersenyum lebar, membayangkan Jason kecil yang sedang gugup tidaklah mudah. Jason yang ada di depannya selalu penuh percaya diri.


Kali ini Jason yang menjawab, "Aku baru dua belas tahun  di kala itu, dan aku mempercayai semua perkataan mamaku, jadi aku percaya."


"Dia menggenggam jepit rambutku itu erat-erat, lalu memasukkannya ke saku dan melangkah dengan kepala tegak ke arah panggung. Pada akhirnya, konser itu sangat sukses membuat nama Jason terkenal ke dunia internasional sebagai pemain biola jenius di usia yang masih sangat muda." Sang mama menyambung, tersenyum lembut ke arah anak lelakinya


Jason mengambil cangkir tehnya dan menyesapnya. Pada saat yang sama, ponselnya berbunyi. Lelaki itu menatap layar ponselnya dan dahinya langsung berkerut dalam ketika melihat nama yang tertera di ponselnya.


"Kurasa aku harus menerimanya di tempat lain." Lelaki itu berdiri dan membungkuk ke arah Rachel dan mamanya, "Silahkan lanjutkan obrolan kalian." gumamnya sebelum melangkah pergi.


Rachel mengamati mama Jason yang masih menatap anaknya dengan senyum bangga. Hati Rachel tiba-tiba terasa hangat, perempuan ini bukan mama kandung Jason, tetapi dari sorot matanya, tampak jelas bahwa dia amat sangat menyayangi anaknya itu.


Sang mama tiba-tiba menolehkan kepalanya dan menatap Rachel, membuat Rachel tergeragap.


"Aku senang pada akhirnya Jason memutuskan untuk menjalin hubungan denganmu, Rachel." Mama Jason tersenyum tulus. "Kau tahu sendiri obsesi Jason untuk menghancurkan perempuan-perempuan yang mirip dengan mama kandungnya." Ada kesedihan di suaranya, "Aku sendiri tidak bisa menyalahkan Jason ketika dia menganggap jenis perempuan seperti itu harus dihukum.... sakit hatinya kepada mama kandungnya mungkin terlalu dalam, kau pasti sudah pernah mendengar betapa egois dan jahatnya mama kandung Jason yang sekarang masih mendekam di penjara. Kami sudah berusaha memberikan yang terbaik untuknya, supaya dia melupakan kenangan sedih di masa lalunya, tetapi rupanya Jason bukanlah orang yang mudah melupakan."


Rachel tahu kisah tentang mama kandung Jason, bahkan kisah itu sempat heboh dulu ketika mama kandung Jason ditangkap polisi karena mendalangi penculikan Keyna, adik kandung Jason yang notabene adalah anak kandungnya sendiri demi untuk mendapatkan uang tebusan dalam jumlah besar. Bahkan Rachel tidak bisa membayangkan ada seorang mama yang begitu jahat hingga tega menculik anak kandungnya sendiri hanya demi uang. 


"Aku terus berharap Jason bisa membuka hatinya untuk perempuan yang benar-benar dicintainya. Kau tahu, semakin dia menghancurkan hati banyak perempuan, semakin cemas diriku." Mama Jason menyambung, "Kau tahu sendiri perempuan yang sakit hati bisa melakukan apapun untuk membalas dendam, semakin banyak korban Jason, maka semakin banyak pula yang menyimpan sakit hati dan dendam kepadanya, hal itu membuatku cemas kalau-kalau salah satu dari mereka mencoba menyakiti Jason." Mata sang mama meredup, "Karena itulah aku mendesaknya untuk segera menikah, mencoba menjodohkannya dengan anak-anak perempuan teman-temanku, tetapi dasar Jason, dia sangat keras kepada. Pada akhirnya dia malahan membeli apartemen temannya dan pindah, menghindariku." Sang mama terkekeh, tampak tidak sakit hati dengan ulah anak lelakinya itu. "Aku senang dia menjalin hubungan denganmu, Rachel, kalian cocok di semua hal. Dan aku tahu Jason menyimpan perasaan yang dalam kepadamu."


"Menyimpan perasaan yang dalam?" Rachel membelalakkan matanya, darimana sang mama bisa menyimpulkan hal seperti itu? dan terlihat sangat yakin pula. Rachel dan Jason memang bersandiwara sebagai sepasang kekasih.... tetapi mereka tidak pernah berpura-pura terlalu dalam, dengan menunjukkan kemesraan misalnya. Jadi darimana mama Jason bisa mengambil kesimpulan itu?


"Suatu malam Jason datang ke rumah, matanya berbinar, dia tampak bersemangat. Dia datang mengambil biola Stradivari peninggalan ayahnya yang selalu kusimpan di kotak kaca khusus. Jason sudah lama tidak menggunakan biola itu dan memilih menggunakan biola Paganini miliknya." Sang mama melanjutkan, "Dan ketika kutanya kenapa dia mengeluarkan biola itu dari kotaknya, Jason bercerita tentang kau, Rachel."


'Bercerita tentang aku?" Rachel mulai membeo tidak sabar menunggu perkataan mama Jason selanjutnya.


"Ya. Mata Jason berbinar, dia begitu bersemangat. Aku tidak pernah melihatnya begitu antusias sebelumnya ketika membicarakan orang lain. Dia bercerita dengan semangat meluap-luap bahwa pada akhirnya dia menemukan seseorang yang bisa menggugah hatinya dengan kemampuan bermusiknya. Jason mengambil biola Stradivari-nya yang sudah begitu lama dia simpan di dalam kotak untuk dimainkan olehnya, karena dia ingin kau bermain dengan biola Paganini miliknya." Sang mama menatap Rachel dengan lembut. "Jangan salah Rachel, Jason sangat menyayangi kedua biolanya, begitu protektif menjaganya hingga dia tidak akan membiarkan orang lain menyentuhnya tanpa seizinnya....Tetapi dia membiarkanmu memainkan salah satunya, itu menunjukkan bahwa kau sangat istimewa baginya. Amat sangat istimewa, karena itulah aku yakin, anak lelakiku menyimpan perasaan yang dalam kepadamu."


Rachel tercenung. Bahkan Jason bukan hanya membiarkan Rachel memainkan biolanya, dia memberikan Paganini miliknya kepada Rachel.....


Apakah itu berarti Rachel benar-benar istimewa bagi Jason?


*** 


Arlene. Perempuan itu meneleponnya di ponselnya. Berani-beraninya dia melakukannya setelah semua insiden yang melukai dirinya dan Rachel.


Jason menggertakkan giginya, berusaha menahan emosinya.


Ketika dia mengangkat teleponnya, suaranya terdengar ramah dan santai, tanpa sedikitpun kemarahan tersisa.


"Arlene? Apa kabar?"


Arlene tercenung di seberang sana, jelas perempuan itu tidak menyangka bahwa Jason akan menjawab teleponnya dengan ramah. Tiba-tiba dia merasa yakin bahwa Jason memang masih mempunyai perasaan kepadanya dan membelanya, tidak menyalahkannya karena dia mencoba menyakiti Rachel.


"Aku baik-baik saja  Jason sayang." Suaranya berubah serak, genit dan merayu, "Bagaimana keadaanmu Jason? selama kau di rumah sakit aku selalu mencemaskanmu, aku hampir menangis tiap malam karena memikirkanmu."


Untung saja Arlene berada jauh di seberang telepon, kalau tidak mungkin dia akan menyadari ekspresi jijik di wajah Jason ketika mendengar perkataannya.


"Aku baik-baik saja Arlene." suara Jason terdengar ceria, berusaha bersandiwara sebaik mungkin. Dia harus membuat Arlene yakin bahwa dia sama sekali tidak curiga atau menyalahkan Arlene atas insiden yang terjadi, ketika Arlene lengah, itu akan memuluskan rencananya untuk membalas perempuan itu.


"Kudengar kau sudah pulang dari rumah sakit." Arlene tampak ragu, "Dan aku mendengar gosip bahwa kau tinggal bersama Rachel di rumahmu." Ada nada cemburu yang sangat kental di sana, kecemburuan yang tak mampu disembunyikan oleh Arlene.


Jason tersenyum simpul, mulai menjalankan rencananya untuk memancing Arlene.


"Ya. Rachel tinggal di sini untuk sementara. Aku melatihnya secara intensif di sela proses penyembuhanku. Lagipula mamaku berharap banyak akan hubungan kami, jadi..."


"Mamamu berharap apa?" Arlene langsung menyambar, nada suaranya meninggi.


"Mamaku menjodohkan diriku dengan Rachel, kau tahu dia bahkan sudah berbicara dengan mama Rachel..."


"Dan kau mau begitu saja?" Arlene hampir saja berteriak. "Jadi benar Jason? kau meninggalkanku karena kau mempunyai perasaan kepada Rachel?"


"Mungkin bisa dibilang begitu dan dulu aku tidak menyadarinya." Jason tersenyum lebar, yakin bahwa pancingannya mengena. Setelah ini Arlene akan terbakar rasa cemburu sampai hangus dan kemudian akan melakukan tindakan bodoh lainnya. Jason akan menggunakannya untuk mempermalukan Arlene nantinya, membuat perempuan itu jera selamanya. "Sudah ya, mamaku dan Rachel memanggil. Terimakasih atas perhatianmu, Arlene, adios."


Dan kemudian, dengan tanpa perasaan Jason mengakhiri percakapan itu, tak peduli bahwa Arlene masih memanggil-manggil namanya di seberang sana.


*** 


Arlene menatap ponselnya dengan tatapan panas membara.


Sialan! Sialan Rachel! Perempuan itu sekarang bahkan berhasil mempengaruhi mama Jason. 


Tentu saja mama Jason sangat senang ketika Rachel mendekati anak lelakinya... sudah terlihat jelas kalau disuruh memilih, mama Jason akan memilih Rachel yang muda dan cantik sebagai menantunya daripada Arlene yang notabene seorang janda dan berusia jauh lebih tua daripada Jason.


Kenyataan tentang hal itu Arlene sudah tahu. Bahkan kenyataan bahwa Jason hanya menjalin hubungan main-main dengannya dia juga tahu. Tetapi perasaannya kepada Jason yang sempurna telah menjadi semakin dalam, menguasai hatinya hingga dia hampir gila.


Tidak! Dia tidak boleh menyerah. Jason harus kembali menjadi miliknya, dia tidak akan rela jika Jason dimiliki oleh perempuan ingusan yang jelek itu!


*** 


Dia harus melindungi Rachel dengan intens setelah ini.


Jason menyimpulkan sambil berjalan kembali ke teras tempat mamanya dan Rachel masih mengobrol.


Arlene pasti akan berbuat nekad, lebih nekad dari sebelumnya dan sadar atau tidak, demi memancing Arlene, Jason telah menempatkan Rachel ke dalam bahaya. Mungkin kali ini bahaya yang mengincar Rachel akan lebih besar daripada sebelumnya.... Well, Jason harus selalu waspada kalau begitu, sambil berharap dia bisa segera menjebak Arlene.



Jason berdiri di ambang pintu, menatap ke arah Rachel yang sedang tertawa mendengarkan kelakar mamanya, wajahnya yang mungil dan polos tampak bercahaya dan berpadu dengan mata cemerlangnya. Dia menghentikan langkahnya di sana, tahu bahwa baik Rachel maupun mamanya tidak menyadari dia ada di sana. Matanya mengamati dalam diam ke arah Rachel.

Seketika itu juga Jason terpesona. Rachel tidak pernah mengenakan riasan, dia selalu tampil polos apa adanya dengan kesederhanannya, jauh berbeda dengan perempuan-perempuan yang pernah dipacarinya. Tetapi entah bagaimana, perempuan itu berhasil memancarkan kecantikan alami yang berasal dari dalam jiwanya. Rachel cantik, dengan caranya sendiri.


Jason tersenyum masam, menyadari bahwa dirinya sedang menatap terpesona kepada anak ingusan berusia delapan belas tahun, jauh di bawah umurnya....


Dengan perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan, Jason membalikkan badan, memilih menjauhi Rachel dan mencoba menelaah perasaannya sendiri.


*** 


Malam beranjak kelam ketika Jason berdiri di tengah kamarnya yang luas. Suasana cukup sepi, seluruh penghuni rumah itu mungkin sudah larut di dalam tidurnya. Jason terpekur di sana, menatap ke arah biola Stradivari miliknya yang berada di atas meja dengan kotaknya yang terbuka.


Terakhir kalinya dia memainkan biola ini, dia tidak bisa menahan kesakitan dan tidak sanggup menyelesaikan permainannya....


Jason sudah menutup rapat pintu kamarnya. Kamar ini memang dibuat khusus untuknya, dengan peredam suara di sekeliling dindingnya, memungkinkan Jason berlatih biola kapanpun dia mau tanpa mengganggu orang-orang di luar. 


Sejak kecil Jason terbiasa memainkan biola malam-malam, berlatih nada-nada yang sulit dan memainkannya.



Jemari rampingnya menelusuri permukaan biola yang dipernis halus hingga mengkilat itu.

Dan kemudian, setelah menghela napas panjang, Jason meraih biola itu dan meletakkannya di pundaknya. Tangan kanannya masih sakit tentu saja dan yang pasti tidak akan mampu digunakan untuk menggerakkan penggesek biola dengan intens ketika dia memainkan nada-nada yang sulit.


Jason meletakkan biola itu di pundak kanannya. Dan memegang penggesek itu di tangan kirinya, tangan yang tidak terluka.


Ya. Dia memegang penggesek itu di tangan kirinya.


Tidak pernah ada yang tahu, bahwa sebagai seorang pemain biola jenius, Jason pernah belajar memainkan biola dengan penggesek di tangan kirinya. Dan waktu itu, dia bisa memainkan biolanya dengan tangan kiri, sama baiknya ketika dia menggunakan tangan kanannya. Meskipun seorang pemain biola yang menggunakan tangan kirinya sangat jarang, bahkan pemain biola kidalpun kebanyakan tetap memainkan biola dengan tangan kanannya.


Sudah lama sekali Jason tidak melakukannya, dan dia ragu, tidak tahu apakah tangan kirinya yang tidak terlatih sekian lama mampu melakukannya sebaik tangan kanannya yang rutin digunakannya bermain. Tetapi dia harus mencoba. Mungkin saja tangan kanannya tidak bisa pulih sepenuhnya, tetapi setidaknya Jason masih memiliki tangan kiri yang sama hebatnya.


Dia hanya harus berlatih dengan lebih intens, bukan?


Maka digeseknya biola itu dengan tangan kiri, memainkan lagu tersulit yang pernah dimainkannya.



Bersambung ke Part 17